Monday, August 11, 2008

Mimpi, Keinginan, Harapan, Realita

Apa sih bedanya mimpi, keinginan dan harapan?
Kalo mimpi itu terjadi saat tidur, keinginan terjadi saat terbangun dan harapan itu lebih mendekati realisasi. Begitu gak kira-kira? Nah, kamu pernah gak memimpikan, menginginkan, mengharapkan sesuatu terlampau besar sehingga energimu habis tanpa memprediksi realita yang bakal terjadi? Kurasa banyak orang-orang seperti ini, aku juga pernah sih. Tapi kalau itu terjadi, cepat-cepatlah menyiapkan diri untuk mengantisipasi yang bakal terjadi. Kalau yang kita mimpikan, inginkan dan harapkan itu terjadi sih oke, tapi kalau nggak kan nyaho' kalau nggak siap-siap mental. Dengan persiapan, recovery kekecewaan jadi lebih cepat dan horeee! Selamat datang hari baru yang lebih menarik!

Aku punya beberapa kisah dari sahabat-sahabatku nih.
Sebut saja R, orangnya cerdas, tipe pemimpin, punya managemen yang bagus, humoris dan punya pendidikan yang bagus. Dia juga suka baca buku, malah buku Alchemisnya masih di aku, wekekeke, jadi inget gini! Oke, kembali ke topik! R cukup menyadari kemampuannya bahwa dia bisa mendapatkan hal yang lebih baik dari pekerjaannya saat itu. Maka ia menaruh harap pada suatu posisi yang menurutnya pantas ia dapatkan. Apalagi di lingkungan kerjanya nggak ada yang berada di atas level dia. Boleh dong menaruh harapan? Tetapi setelah mengikuti tes kenaikan jabatan, dia gagal. Kok bisa orang secharming R, gagal psikotes itu padahal dia merasa bisa mengerjakan semuanya? (Aku yang mengenalnya lama juga melongo). R kembali ke pekerjaannya semula dan menjalani hari-harinya dengan pikiran miskonsepsi sementara jabatan itu tetap kosong. Sampai kemudian, suatu hari R dipanggil dirut. Ngobrol-ngobrol, R di tawari promosi dengan syarat dia bisa memasukkan anak seorang petinggi di situ. Karena menurut dirut, kalau R berhasil mengubah anak petinggi itu menjadi lebih berguna, maka R bisa menghandle anak buahnya. Tibalah waktunya R mengoreksi hasil tes anak petinggi itu. Dan ternyata, dari 10 soal yang dikerjakannya hanya diisi 2 nomor, selebihnya bersih tanpa noda. Dan 2 nomor yang diisi itu, salah semua. R menggambar matahari di kertas hasil tes itu, lengkap hidung, mata dan bibir yang tersenyum kemudian menyerahkan pada HRD. Dan setelah itu R terkenang lagi akan psikotesnya, benarkah psikotes itu gagal? Lalu merenung, kalau toh lolos, apakah dia cocok berada dalam lingkungan yang kotor seperti itu? Apakah dia sanggup melihat hal-hal seperti itu?

Sahabat kedua, sebut saja A. Orangnya luar biasa pinter dan punya semangat maju yang selalu menyala. A sudah melamar ke semua program beasiswa namun selalu gagal. Suatu hari dengan lemas dia menemui seorang teman yang baru menyelesaikan program beasiswanya di Jepang. A mengeluh, kenapa kok susah banget mendapatkan beasiswa padahal sepertinya tidak ada yang kurang dalam semua tes-tes yang dilaluinya. A lupa bahwa dalam segala hal selalu terselip faktor lucky juga selain keberhasilan akademis yang dia miliki.

Dari contoh pengalaman sahabatku tadi, aku jadi mengambil kesimpulan bahwa sekeras apapun kita mengharapkan sesuatu kalau belum waktunya tiba atau belum cocok dengan kondisi kita, maka harapan itu tidak akan terwujut. Tetapi bukan berarti kita tidak berusaha lho! Berusaha adalah proses untuk mencapai hasil. Sedangkan hasilnya adalah yang terbaik untuk kita, gagal atau sukses. Orientasi kita harusnya proses bukan hasil. Karena dalam proses kita belajar banyak hal. Terkadang hasilnya kita malah diarahkan ke suatu tempat yang tidak kita inginkan sama sekali, tetapi itu justru yang terbaik dengan kondisi kita. Jadi kayaknya kita harus belajar menerima sedikit demi sedikit jika harus menghadapi kegagalan sambil merenungi bahwa inilah yang terbaik untuk kita. Dan untuk mimpi berikutnya, ayo mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, menganalisa kemampuan, upgrade kemampuan diri, insya Allah kalau sudah terpenuhi kualifikasinya, rezeki itu pasti datang pada waktunya.
Semangat yuk! Meraih mimpi? Siapa takut? :)

No comments: