Thursday, April 12, 2007

Ehe, Ketemu Lagi!

Sudah beberapa kali seorang teman sms, mengingatkan acara seminar sastra di UI siang itu. Tapi malas banget datang. Alasan pertama karena jauh, rutenya nggak tahu dan takut nyasar. Kedua, karena sudah agak jenuh dengan diskusi-diskusi sejenis, tahun-tahun lalu sudah sering ikut. Ketiga, sebenarnya pengin merenggang sedikit dengan orang yang itu-itu saja agar dunia berwarna lain.

Setelah pikir-pikir, nggak ada salahnya datang. Alasan pertama (banyak banget alasan, ya!) pengin ketemu dengan teman lama yang kebetulan jadi pembicara. Kedua, pengin naik kereta api. Ketiga, acaranya gratis. (suka gratisan!)

Sayang sekali, karena kebiasaan nyasar, saya terlambat 2 jam. Tapi nggak masalah, masih kebagian ujungnya materi dan teman lama saya bahkan belum datang. Jadwal dia ternyata sore. “Aku masih di jalan! Oke, kita ketemu di UI, ya!” katanya lewat sms. Seperti apa wong Solo itu sekarang? Aku teringat pertemuan terakhir kami di Yogya, 2 tahun lalu. Setelah setahun kepindahannya ke Jakarta, berkali-kali dia ngajak ketemu. Tapi aku selalu ingkar ^_^. Padahal sebenarnya pengin banget ketemu dia. Mungkin takdirnya memang baru dipertemukan di UI siang itu. Ceilaaa…!

Saya melihat dia memasuki ruangan. Mengenakan jaket jeans dan celana hitam. Rambut gondrongnya diikat sembarangan. Ternyata, dia masih benci menyisir rambut :P. Sepasang bola matanya berputar-putar di balik kacamata minus. Mencari-cari. Aku serasa yakin dan bukan GR bahwa dia mencari saya. Ternyata memang benar, hihihi! Surprise banget pertemuan itu. Setelah melampiaskan gemasnya, meloncatlah cerita dari bibirnya. Tentang deadline tulisan, novel grafis yang sedang dikerjakannya dan bla bla bla lainnya. Sampai kemudian, sesi dia untuk bicara tiba.

Dia masih orang yang sama. Aku selalu mendapatkan semangat berkarya dari antusiasmenya dalam dunia penulisan. “Sungguh, senang bertemu denganmu lagi, RK…! Kutunggu novel grafismu!” :)

Sunday, April 01, 2007

Hadiah

Suatu siang. Seorang pemuda menghampiri dua gadis yang duduk di pojok kafe dan mengajaknya ngobrol. Mereka sudah saling kenal sejak lama. Tiba-tiba sang pemuda mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam ranselnya dan mengulurkan kepada salah satu gadis itu.

“Ini untukmu,” katanya.
Sang gadis mengerutkan kening. Ia teringat beberapa bungkusan yang diberikan pemuda itu kepadanya. Isinya macam-macam. Ada buku-buku favoritnya, cindera mata dan lukisan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya. Kenapa pemuda ini selalu memberiku hadiah? Teman gadisnya juga bertanya-tanya dalam hati, apa mau pemuda ini hingga dia selalu bermurah hati?

Memberi hadiah merupakan salah satu cara untuk mempererat tali silaturahim. Tetapi tak sedikit dari kita yang kemudian menyalahgunakannya. Sehingga penerima hadiah bertanya-tanya dengan prasangka, apa maunya? Ada beberapa tipe orang di sini ; pertama, ada orang yang memang betul-betul baik mau melakukan apa saja untuk menjalin silaturahim, kedua, ada orang yang memiliki kemauan tersembunyi dan dibarengi hal-hal yang baik, ketiga, ada orang yang memiliki kemauan tersembunyi dengan cara pura-pura baik.

Termasuk yang manakah orang-orang di sekeliling kita? Dengan orang kategori pertama, kita bisa mempererat tali silaturahim dengan balik memberi hadiah. Kategori kedua, kita harus mempersiapkan diri untuk memberi jawaban (hahaha! Dia memberi hadiah karena pengin ngelamar misalnya?) dan jika termasuk kategori ketiga, kita harus berhati-hati karena kepura-puraan seringkali berakhir menyakitkan. Hadiah yang diberikan dengan berpura-pura baik, biasanya tidak disertai keikhlasan. Ada orang dalam kategori ini meminta balik hadiah yang telah diberikannya karena tidak mendapatkan respon sesuai harapan.

Menarik atau meminta kembali hadiah yang telah kita berikan kepada seseorang diharamkan dalam Islam. Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : “Orang yang menarik kembali hibahnya adalah seperti anjing yang muntah lalu memakan lagi muntahnya itu.” (HR. Bukhari). Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tidak dihalalkan seorang muslim memberi suatu pemberian, lalu menariknya kembali, kecuali orangtua pada apa yang telah diberikan kepada anaknya…” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tizmizi, an-Nas’i dan lain-lain). Artinya, hanya orangtua saja yang boleh menarik kembali hadiah yang telah diberikannya kepada anak-anaknya.

Nah, kita sendiri termasuk dalam kategori yang mana? Ayo kita bersihkan hati, luruskan niat sebelum memberi hadiah kepada seseorang. Bukankah segala sesuatu tergantung pada niatnya? Sstt! Ada satu kategori lagi lho! Yaitu orang yang suka mengoleksi hadiah tanpa memedulikan apa maunya si pemberi hadiah. (wah, yang ini mah gue bangettt! Hahaha!) :P~~~