Wednesday, December 31, 2008

Tahun Baru & Liburan

Sebenarnya hanya pengen menikmati liburan dan nggak terlalu exited dengan acara pergantian tahun. Tapi karena berada di kota yang full dikunjungi orang untuk merayakan pergantian tahun, mau tak mau pengen juga melihat. Jadi selama hidup ini, halah! Baru dua kali aku melihat perayaan tahun baru. Zaman SMA dulu dan tahun ini.
Mengikuti arus manusia yang berdesak-desakan ke pusat kota aku jadi bertanya-tanya, "mau ngapain sih, nih?" Tapi aku mencoba menetralisir kekesalanku dengan berpikir bahwa orang-orang butuh pelepasan selama setahun sehingga mereka butuh satu event yang membuat mereka bisa bersenang-senang sedikit. Jadi its okelah....
Tapi...tetep aja aku lebih suka bersama teman-teman kecilku di suatu kawasan kumuh itu ketimbang berdesakan disini, hiks!

Sunday, December 28, 2008

Jogja Never Ending Story


Aku masih duduk termangu di bangku penunggu Stasiun Tugu saat pengamen melagukan Yogyakarta-nya Kla Project. "Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu..."

Selalu begitu. Setiap kembali ke Jogja, aku merasa pulang ke pelukan masa lalu yang nyaman dan aman. Setelah letih memburu mimpi di Jakarta, aku selalu merindukan pulang ke Jogja, meski Jogga bukan tanah kelahiranku. Banyak hal yang tertinggal di sana, tentang jejak masa lalu, tentang kisah yang belum selesai dan tentang angan-angan yang terentang panjang. Aku tak bisa membandingkan Jogja dengan kota manapun, karena setiap saat aku berjanji untuk kembali, ke Jogja.

Setelah tiga tahun tak kembali, akhir tahun ini aku menyempatkan pulang ke Jogja. Banyak yang berubah pasca gempa dan tsunami. Parangtritis gersang dan pucat, jalanan Malioboro banyak tergilas bangunan-bangunan modern dan aku tak merasakan exotisme Jogja yang dulu. Tapi Jogja selalu menyuguhkan cerita bagiku. Kisahku satu persatu selalu berkaitan dengan Jogja, dari yang a hingga z. Tetapi sampai kapan Jogja hanya menjadi setting dalam semua cerita pribadiku? Saat menunggu kereta di Stasiun Tugu aku bertanya, mungkinkah Jogja akan menjadi sesuatu yang pasti dalam hidupku? Bukan hanya setting tanpa tokoh utama.

Thursday, December 25, 2008

Sebuah Perjalanan Panjang

"Hidup itu seperti perjalanan panjang untuk mencapai sebuah tujuan....kadang lurus kadang berbelok-belok...tapi yang pasti kita harus maju, jangan sampai mundur...."

Kesibukan yang parah membuatku lupa tanggal lahirku sendiri. Astaghfirullah!
Makanya jadi haru banget waktu Ibu nelpun dan ngingetin tanggal lahirku. Juga teman-teman yang menyelipkan doa-doa terbaiknya untukku di hari yang kusyukuri ini. Teman kantor, sahabat dekat juga teman dari benua lain yang masih mengingat aku ada. Subhanallah!

Terkadang aku nggak nyangka bisa sampai di usia ini, setelah banyak hal hampir merenggut satu-satunya nyawa yang kumiliki. Idih, dramatis amat! Tapi hidup terus berjalan, lilin-lilin kecil itu masih menyala, semangat itu akan terus ada, semoga semakin bertambah umur semakin bijak menyikapi hidup, semakin bisa belajar memilah, semakin memahami segala hal. Semoga-semoga.... amin...




Sunday, December 14, 2008

B E L A J A R

Hampir tiga bulan saya bekerja di salah satu televisi swasta dan selama itu pula saya memiliki kehidupan baru yang berbeda dengan kehidupan lama saya. Ritme kerja yang keras, siklus hidup yang berbalik dan teman-teman yang beraneka ragam. Sejauh ini saya bisa menikmati pekerjaan baru saya. Dari ide ke ide yang menguras kepala, dari meeting ke meeting yang alot, dari revisi ke revisi dan dari shooting ke shooting yang selalu mendatangkan inspirasi.

Setelah empat tahun bergelut dengan lonely profesi, sekarang saya harus bertemu banyak orang, bekerja dengan banyak orang dan merangkum banyak kepala menjadi sebuah karya. Awalnya saya kesulitan dengan ini (apalagi saya terbiasa egois terhadap sebuah karya) tetapi kemudian saya belajar bahwa bertoleransi, berdiskusi dan bermufakat dengan banyak kepala akan menghasilkan karya yang lebih baik.

Bekerja kreatif bagi saya sangat menyenangkan karena hasil dari pekerjaan itu bisa dinikmati dalam bentuk riil dan dikoreksi bersama banyak orang ketika sudah menjadi tontonan. Apalagi orang-orang di dalamnya punya jiwa yang hampir sama dalam bekerja, tidak terpaku nine to five tapi bagaimana pekerjaan tersebut cepat selesai.

Dalam lingkungan baru ini saya belajar, bahwa seorang karyawan yang punya chemistry dengan pekerjaannya akan mendapatkan hasil terbaik. Saya juga belajar bahwa semua orang ingin diakui dan ingin eksis dengan caranya sendiri (baik atau buruk). Saya belajar bahwa etika yang baik, emosi yang stabil akan mengantarkan seseorang pada posisi yang mulia. Saya belajar bahwa orang yang sukses adalah orang yang selalu BELAJAR.

Dan saya belajar mempercayai seseorang, belajar mencintai seseorang dengan tulus dan menerima cinta yang tulus pula. Ehm!J.

Sunday, December 07, 2008

FFI & JIFFEST

Film : Fiksi

Wahai penggemar film pendek dan dokumenter, jangan ketinggalan hajatan film bertaraf internasional yakni Jiffest yang sudah dibuka... Yuk! Kita update pengetahuan kita tentang film...Tapi sebelumnya siapa sih, nominator FFI 2008? Hm, siapa tahu penulis naskahnya kita kenal? Nih, nominatornya...


1. Skenario Cerita Asli Nominasi :
~ Awi Suryadi : CLAUDIA / JASMIN
~ Dirmawan Hatta : MAY
~ Joko Anwar / Mouly Surya : FIKSI
~ Nurman Hakim : 3 DOA 3 CINTA
~ Upi : RADIT & JANI


2. Penyutradaraan Nominasi :
~ Garin Nugroho : UNDER THE TREE
~ Mouly Surya : FIKSI
~ Rachmania Arunita : LOST IN LOVE
~ Upi : RADIT & JANI
~ Viva Westi : MAY


3. Tata Sinematografi Nominasi :
~ Ical Tanjung : MAY
~ Ical Tanjung : RADIT & JANI
~ Nayako Fionuala : THE BUTTERFLY
~ Yadi Sugandi : UNDER THE TREE
~ Yunus Pasolang : FIKSI


4. Tata Artistik Nominasi :
~ Budi Rianto : UNDER THE TREE
~ Eros Eflin : MAY
~ Eros Eflin / Vida Sylvia : FIKSI
~ Koesnadi : THE BUTTERFLY
~ T. Moty D. Setyanto : KUNTILANAK 3

5. Penyuntingan Nominasi :
~ Andhy Pulung : UNDER THE TREE
~ Muhammad Ichsan : FIKSI
~ Fastha Sunu : 3 DOA 3 CINTA
~ Wawan I. Wibowo : MAY
~ Yoga Krispatama : CLAUDIA / JASMINE

6. Tata Suara Nominasi :
~ Adityawan Susanto : UNDER THE TREE
~ Edo Sitanggang / Suhadi : RADIT & JANI
~ Khikmawan Santosa : 3 DOA 3 CINTA
~ Satrio Budiono : MAY
~ Satrio Budiono / Yusuf A. Tatawari / Aufa Ariaputra : FIKSI

7. Tata MusikNominasi :
~ Akhsan Sjuman : LOST IN LOVE
~ Anto Hoed / Melly Goeslaw : THE BUTTERFLY
~ Jaduk Ferianto : 3 DOA 3 CINTA
~ Kadek Suardhana / Wiwiek Soedarno : UNDER THE TREE
~Zeke Khaseli : FIKSI

8. Pemeran Utama Pria Nominasi :
~ Aming : DOA YANG MENGANCAM
~ Donni Alamsyah : FIKSI
~ Nicholas Saputra : 3 DOA 3 CINTA
~ Vino G Bastian : RADIT & JANI
~ Yama Carlos : MAY

9. Pemeran Utama Wanita Nominasi :
~ Ayu Laksmi : UNDER THE TREE
~ Fahrani : RADIT & JANI
~ Jeanny Chang : MAY
~ Ladya Cherryl : FIKSI
~ Fesita Pearce : LOST IN LOVE

10. Pemeran Pendukung Pria Nominasi :
~ Dwi Sasono : OTOMATIS ROMANTIS
~ Lukman Sardi : KAWIN KONTRAK
~ Oka Antara : AYAT-AYAT CINTA
~ Tio Pakusadewo : MAY
~ Yoga Pratama : 3 DOA 3 CINTA

11. Pemeran Pendukung Wanita Nominasi :
~ Ariyani Kriegenburg Willems : UNDER THE TREE
~ Ira Maya Sopha : CLAUDIA / JASMINE
~ Poppy Sovia : THE BUTTERFLY
~ Tutie Kirana : MAY
~ Tizza Radiah : CLAUDIA / JASMINE

12. Film Secara Utuh Nominasi :

~ 3 DOA 3 CINTA, produksi PT Investasi Film Indonesia dan PT TRIXIMAGE
~ CLAUDIA / JASMINE, produksi PT Nation Pictures
~ FIKSI, produksi PT SURYA INDRANTARA
~ MAY, produksi PT FLIX Pictures
~ UNDER THE TREE, produksi PT KARYA SET FILM dan PT CREDO CINE ARTS

Friday, December 05, 2008

PUING

Aku memutuskan pergi
Setelah cahaya terang itu menghisapku
Waktu menegaskan takdirku dan takdirmu
Berdentang seperti batas kematian
Tak usah kau sesali bangunan yang telah menjadi puing
Karena puing itu tak akan menjadi kenangan
: setitikpun bagiku

Sunday, November 23, 2008

HELLO FESTIVAL & GADIS BOND

Pengen banget refresh otak? Kemana ya, kemana ya?
Sabtu siang pas lagi bikin-bikin rencana tiba-tiba seseorang penggemar animasi mengajak lihat Hello Festival di Balai Kartini. Hm, oke juga tuh. Eh, ternyata ketemu beberapa teman kantor di sana. Meski aku bukan penggemar animasi, tapi oke juga buat nambah pengetahuan. Hanya sayangnya, kami gak bisa masuk ke dalam untuk ngelihat film-film animasi yang lagi diputar karena ruangan udah full. Kasihan deh! Trus kemana lagi nih?

Aku tiba-tiba ingat pesan sponsor and kata-kata mutiara produser di kantor agar menonton James Bond terbaru, “Quantum Solace”. Akhirnya kita ke Setiabudi untuk menemui James Bond, halah. Hm, seru sih! Craig seperti menciptakan karakter baru untuk Bond menjadi keras, kuat dan tidak plamboyan. Gadis Bond kali ini exotis banget.
Tapi aku gak pengen komentar banyak soal film itu, so..nonton aja sendiri! :P

Friday, November 21, 2008

In Your Smile

Waktu membenamkan mereka dalam kubangan rasa.
Masih segar luka hati gadis itu saat bertemu dengannya. Gayanya yang kalem, sikapnya yang tulus dan senyumnya yang menawan membuat gadis itu merasa nyaman berada disampingnya. Ngobrol dibalkon sambil memandangi kerlip lampu Jakarta, bercanda ataupun sekedar makan bareng di tempat-tempat yang berdesakan dan panas. Gadis itu diam-diam mengagumi seseorang yang tiba-tiba hadir mengisi hari-harinya, memerhatikannya tentang hal-hal kecil dan menatapnya dengan mata sayu dari kejauhan.

Banyak hal yang berubah sejak gadis itu bertemu dengannya. Kedewasaan dan ketulusan pemilik mata sayu itu membuatnya belajar tentang kebaikan, tentang cinta sejati dan tentang sepenggal kehidupan yang fana. Dan gadis itu pada akhirnya meyakini, masih ada lelaki baik di dunia ini. Yang sanggup melakukan ketulusan, kesetiaan dan kejujuran.

Dan percayakah kau, bahwa misteri yang Allah ciptakan adalah misteri terindah yang dijalani setiap makhluknya? Ya, gadis itu tak pernah menyangka bahwa setelah dipermainkan seseorang hingga terluka akan bertemu orang yang lebih baik. Bahwa Allah telah merencanakan segalanya untuk kebaikan semua hambanya.

“Aku ingin melihat senyummu setiap saat,” kata gadis itu saat mereka duduk di balkon memandangi kerlip lampu Jakarta.
“Dan aku akan selalu tersenyum padamu,” jawab lelaki itu seraya memperlihatkan senyumnya yang menawan.

Mereka saling tertawa lalu menatap masa depan yang gemerlap di kejauhan. Lampu-lampu Jakarta malam hari, semakin menawan.

Thursday, October 30, 2008

PETI AKAR

Akhirnya novel misteriku dengan nama pena baru terbit juga...Senangnya hehehe...
Jangan lupa dapatkan di toko buku terdekat ya...Pastinya asyik, menyeramkan sekaligus cerdas, halah! Narsis amat! Buktikan deh, kalo gak percaya...;)

Sunday, October 26, 2008

Soulmate

Saking sibuknya seseorang bekerja di kantor, aku sering dengar kata-kata gini : “kapan gue punya kehidupan?” Tapi sebagian orang malah mengatakan : “inilah kehidupan gue…” Dan dengan menemukan kehidupannya di tempat bekerja, maka pekerjaan itu ibarat soulmate bagi mereka.

Aku merasakan bertemu soulmate itu sekarang ( maksudnya soulmate pekerjaan). Bekerja di lingkungan orang-orang creative dengan ide-ide segar yang setiap menit selalu menguar (halah bahasanya keren amat!) membuat semangat selalu menyala. Menciptakan hal-hal baru yang menarik dan bertemu orang-orang baru yang selalu punya ide-ide unik kadang konyol membuatku seperti terlahir kembali. Apalagi menemukan orang yang teryata punya idealis tinggi untuk menciptakan tontonan yang bermutu. Jadi makin semangat untuk belajar dan terus belajar.

Kamu percaya nggak, kalau akhir dari setiap kesedihan selalu ada kebahagiaan di sisi yang lain? Aku sangat percaya karena sering banget mengalami itu. Setelah limbung karena something yang kalau dipikir-pikir membuatku tertawa sendiri, sekarang aku menemukan dunia baru yang so far membuatku lebih berbahagia. Ada yang bilang dunia broadcast memang dunia yang menyenangkan dan surganya orang-orang creative. Hanya saja mungkin sangat aneh bagi sebagian orang. Bayangin aja, jam kerja kami tidak menentu, kadang bisa pulang jam 3 pagi saat jelang shooting atau nggak pulang sama sekali. Bapak-bapak di kantor bilang : “kalo loe punya pacar, pasti deh diputusin. Nah, nyari aja di sini.” Hehehe. Kayaknya dari ide beginian nih yang menyebabkan cinta lokasi. Ya, gimana lagi? Kerja jungkir balik satu tim nyiapin shooting, jatuh-jatuhnya udah jadi senasib sepenanggungan kayak keluarga. Dan…apakah bakal ada cinta lokasi? Kita lihat saja setelah jeda iklan berikut ini. Wekekkekekke….

Thursday, October 09, 2008

Back to Office

Setelah kembali ke kampus, mulai tanggal 6 lalu saya kembali ke kantor!
Hm, menyenangkan juga bekerja dalam tim yang asyik dengan pikiran yang fresh. Meski ritme kerjanya keras tapi karena saya menyukai pekerjaan ini (setidaknya untuk saat ini) maka semua malah menjadi semangat tersendiri. Saya selalu yakin, ketika kita mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh maka suatu ketika akan dapat dipetik hasilnya. Suer? ;)
Semoga pekerjaan baru ini membawa berkah, amin....

Monday, September 15, 2008

Back to Campus

Setelah bertahun-tahun menunda keinginan, akhirnya tahun ini aku back to campus. Senengnya... Punya banyak teman baru yang lucu-lucu dan kadang ngaco bikin hidup lebih hidup! Apa sih? Yang jelas jadi lebih semangat. Apalagi dengan kuliah ini aku jadi bisa menyeimbangkan antara kerja otak kanan dan otak kiriku. Kalau selama kerja aku selalu menggunakan otak kanan, maka selama kuliah aku mengasah otak kiri. Semoga ini akan menyeimbangkan otakku dan jadi lebih baik dalam bertindak. Amin.

Tuesday, September 02, 2008

"Perempuan Dalam Koin" - short story

Suara Pembaruan, Minggu 31 Agustus 2008

Aku melompat keluar dari dalam koin saat gerimis turun. Kukibaskan ujung celana panjangku yang terciprat air kubangan. Angin senja menderu menerpa wajah, dingin menggigilkan. Koin seratus rupiah keluaran tahun 1978 itu berada di ujung kakiku. Aku mengambil koin itu dan mengusap debu yang menempel di permukaannya. Kuamati gambar hutan dalam koin itu. Di sanalah aku tinggal selama empat tahun terakhir. Tempat bersembunyi yang nyaman dan aman dari serangan bayang masa lalu dan ancaman masa depan.

Kukenang pertemuanku dengan koin ini. Tak tahan dengan perihnya kesepian, malam itu aku sempoyongan keluar dari diskotek. Mabuk berat. Saat memuntahkan seluruh isi perut di halaman diskotek, tiba-tiba pandanganku yang kabur menyambar kilatan koin di samping muntahan. Aku mengambil koin itu dan keinginanku muntah teralihkan sejenak. Saat menatap gambar hutan di salah satu sisinya tiba-tiba muncul cahaya dari dalam koin. Aku terpana menatap cahaya itu dan tersedot masuk ke dalam koin. Tak memerlukan waktu lama, aku sudah berada di hutan. Rasa mualku lenyap dan aku menemukan kedamaian yang luar biasa.

Aku memutuskan tinggal di dalam hutan itu dan membangun rumah kayu. Pagi-pagi aku keluar dari koin untuk berangkat bekerja dan malam hari kembali pulang ke dalam koin. Meski sendirian, kurasa hutan ini tempat paling cocok untukku. Aroma dedaunan yang pekat dan gemericik air sungai membuat rongga dadaku melebar dan nafasku longgar. Mimpi-mimpi malamku yang menakutkan karena bayang masa lalu lenyap dan suara-suara ancaman masa depan di telingaku menjauh. Aku menyebut tempat tinggal baruku ini hutan tanpa ketakutan.

Aku tersenyum mengingat pertemuanku dengan koin ini. Beruntung aku menemukan hutan dalam koin ini, kalau tidak, mungkin aku sudah menjadi pasien rumah sakit jiwa setelah perceraian itu. Kembali kuusap koin di tanganku dan kubalik perlahan. Gambar rumah gadang dengan atapnya yang menjulang singgah di mataku. Tiba-tiba aku melihat sesuatu bergerak-gerak di halaman rumah gadang itu. Aku memicingkan mata dan menemukan sesosok perempuan sedang membungkuk mengenakan sepatu. Perempuan itu bergerak mendekati mataku dan siap-siap melompat. Aku menepikan wajahku dan menunggu perempuan itu keluar dari dalam koin.

Begitu menjejakkan kaki di tanah, perempuan itu menatapku lekat. Matanya yang besar terlihat bingung sejenak lalu ia membuang pandang. Perempuan ini tidak cantik dan wajahnya cenderung sendu. Rambutnya terurai sebahu dan lingkaran hitam di bawah matanya seolah menjelaskan begitu banyak beban yang dipikulnya. Mengenakan celana jins belel dan kaus oblong ia tampak seenaknya. Ransel hitam menggantung di punggungnya dan tangan kanannya dihiasi gelang manik-manik antik. Aku menaksir perempuan ini memiliki tahun lahir tak jauh beda denganku.

"Kau tinggal di dalam koin?"
Perempuan itu mengangguk malas.
"Aku juga tinggal di dalam koin, tetapi di sebaliknya," kataku seraya membalikkan koin dan menunjukkan gambar hutan padanya.
"Kau ingin ngobrol denganku?" tanya perempuan itu sambil memeriksa jam tangannya. "Aku ada pekerjaan yang mesti kuselesaikan. Kalau kau ingin ngobrol, kau boleh ikut aku ke kafe."
Aku mengeryit. "Kau pelayan kafe?"

Ia menggeleng lalu berjalan meninggalkanku. Tanpa pikir panjang aku mengikuti langkahnya menyusuri trotoar. Setelah melewati deretan bangunan tua, perempuan itu berbelok ke salah satu kafe. Suasana Jakarta tempo dulu menyergapku begitu pintu kafe terbuka. Semua perabotan dan hiasan menyiratkan kehidupan zaman Belanda. Setelah memesan dua cangkir kopi dan brownies, perempuan itu membawaku ke lantai atas. Ia memilih meja pojok menghadap jendela.

"Meja ini tempat favoritku, pemandangan di jendela tampak indah," katanya sambil mengeluarkan laptop dari ransel. "Jadi sejak kapan kau tinggal di koin bergambar hutan itu?"
"Sudah empat tahun, kau sendiri?" aku balas bertanya.
Ia membuang pandang keluar jendela. "Seumur hidupku ini."
"Bagaimana kau bisa masuk ke dalam koin yang sama sedangkan koin ini ada di tanganku? Bagaimana kau menemukan jalan kembali?"
Ia mengeluarkan sebuah koin dari saku celana jinsnya. "Aku juga punya koin yang sama, keluaran tahun yang sama. "
Pelayan datang mengantarkan dua cangkir kopi dan brownies. Perempuan itu kembali sibuk memencet-mencet tombol laptopnya. Wajahnya yang sendu berubah merana. Mungkin ia akan terlihat manis kalau tersenyum. Tanpa bicara padaku, ia memotong brownies dan meminum secangkir kopinya.

"Pekerjaanmu apa?" tanyaku penasaran.
"Aku seorang pendongeng."
Aku memandangnya takjub. Ia tersenyum sedikit dan aku bisa membuktikan bahwa perempuan ini cukup manis
*

Pertemuan dengan perempuan dalam koin itu kemudian menjadi agenda mingguanku. Aku sengaja keluar dari dalam koin pada hari minggu untuk ngobrol atau sekadar jalan-jalan dengannya di sebuah pusat pertokoan. Membeli barang-barang yang kami perlukan atau makan di tempat yang kami inginkan. Perlahan aku mulai menyelami pribadi dan karakternya. Ia mencintai pekerjaannya sebagai penulis dan menjelma sosok yang emosional.

"Aku ingin melihatmu tertawa," pintaku suatu siang saat kami menyusuri taman kota.
Ia memandangku jemu. "Tertawa? Apa yang harus kutertawakan?"
"Ayolah! Aku ingin melihatmu ceria, tegar, penuh semangat dan tidak ketakutan menghadapi hidup."
"Aku semangat dan tidak takut menghadapi hidup," jawabnya. Matanya menantang mataku. "Kalau aku tidak tegar, aku tidak akan bertemu denganmu. Ayahku mengkhianati ibuku lalu meninggalkan kami. Kekasihku mengkhianatiku lalu meninggalkanku. Sampai hari ini belum ada yang membuatku tertawa. Hanya tulisan- tulisanku yang mungkin akan mengantarku tertawa suatu ketika."

Aku tersentak lalu membuang muka dari sorot matanya yang membakarku. Mata itu seperti bara yang mengulitiku perlahan-lahan hingga terasa panas menyakitkan. Tiba-tiba anganku melesat ke masa silam. Mengingat seseorang yang kutinggalkan dan penyesalan yang terjadi setelahnya. Penyesalan yang membuatku memutuskan tinggal dalam koin itu. Apakah sosok mungil yang kutinggalkan itu akan seperti perempuan di depanku ini? Ataukah justru menjadi sesuatu yang lebih buruk lagi? Terkadang kita menciptakan monster- monster dalam diri orang lain tanpa kita sadari.

"Apakah kau bercita-cita menjadi lilin?" tanyanya mengagetkan lamunanku yang sekejab.
"Menjadi lilin? Maksudmu?"
Perempuan itu tersenyum sinis. "Kau selalu ingin menerangi orang lain, mendorong orang lain untuk tegar tetapi membiarkan dirimu sendiri leleh. Seharusnya kau mengubah cita-citamu."

Aku termenung. Perempuan itu memiliki intuisi yang tajam. Ia bisa membacaku. Aku memang ingin menjadi lilin bagi orang-orang yang secara tidak langsung menjadi korbanku. Meneranginya, membuatnya bangkit dari trauma yang berkepanjangan, tertawa ceria namun diriku sendiri meleleh. Tidak sanggup berhadapan dengan masa lalu.
"Kau sendiri apakah punya banyak hal yang membuatmu tertawa?" tanyanya seperti tamparan di wajahku.

Aku tertawa kecil, tawa yang hambar. Sesungguhnya aku ingin mengatakan pada perempuan itu bahwa ia telah memenangi sebagian dari pertarungan hidup. Ia sanggup membuka diri di hadapan orang lain, mengakui kepedihannya, mengakui traumanya dan menerima dirinya. Sedangkan diriku, masih bersembunyi di dalam bunker. Diam-diam, aku iri pada perempuan itu.
*

Hampir sebulan aku kehilangan perempuan dalam koin itu. Mendadak hidupku sedikit runyam. Aku kehilangan teman ngobrol yang menyenangkan. Sinisme-sinismenya yang terkadang membuatku tertohok hingga sedikit marah dan dongeng-dongengnya yang menghibur.
Setiap pagi sebelum berangkat bekerja aku menunggunya di muka koin bergambar rumah gadang. Berharap ia sedang membungkuk mengenakan sepatu atau menyapu halaman rumahnya, namun ia tak kunjung muncul. Kukunjungi tempat ia menyelesaikan dongeng-dongengnya, tetapi tak kutemukan juga.

Bulan kedua, aku memberanikan diri mengusap sisi koin bergambar rumah gadang itu. Cahaya muncul dari dalam koin dan aku nekat memasuki koin itu. Setelah jatuh terpental di halaman rumah gadang, aku segera bangkit dan menyusuri undakan rumah. Kuketuk pintunya yang tertutup rapat. Setelah menunggu beberapa saat, terdengar suara sandal diseret dari dalam rumah mendekati pintu.

"Oh, kau masuk ke dalam koinku?" tanyanya kaget.
Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya masuk ke dalam rumah. Beberapa tas bepergian berjajar di samping pintu. Bahkan ia sudah menyandang ranselnya seperti hendak bepergian.
"Kau hendak pergi?" tanyaku.
Perempuan itu mengangguk dan tersenyum lebar. Sesaat aku terpana menatap lekuk bibirnya yang membuatnya tampak sangat manis. Wajahnya juga terlihat cerah dan penuh semangat.
"Aku memutuskan tidak tinggal di dalam koin lagi," katanya masih tersenyum. "Dunia di luar sana terkadang memang mengerikan, tetapi aku bukan pengecut. Aku sudah siap menghadapi apapun yang sudah terjadi dan bakal terjadi. Karena itu, aku akan pergi."

Aku terhenyak. Ingin kucegah kepergiannya, tetapi bukankah menghadapi kenyataan lebih baik ketimbang bersembunyi di dalam bunker hidup seperti aku? Aku membantunya mengangkat tas bepergian dan mengantarnya keluar dari dalam koin. Ia mengulurkan tangannya padaku saat taksi tiba.

"Apakah kita tak akan bertemu lagi?" tanyaku bergetar.
Perempuan itu tertawa kecil. Tawa pertama yang pernah kudengar darinya. "Mungkin kita akan bertemu, mungkin juga tidak. Tergantung berapa lama kau sanggup keluar dari dalam koin itu dan berani menghadapi kenyataan."

Ada yang bergerak menjauh dari hatiku saat taksi meninggalkan tempatku berdiri. Kuambil koin di saku celanaku, kupandangi sejenak dan kubolak-balik perlahan. Berapa lama lagi aku akan bersembunyi di dalam koin ini? Mungkin setahun, dua tahun...
Entahlah.

Kemang, 2008
To: Irfani

Monday, September 01, 2008

Sahabat yang Tepat disaat yang Tepat

Pernah gak merenungi perjalanan hidup ini dan belajar mensyukuri bahwa segala sesuatu yang kita peroleh saat ini adalah yang terbaik untuk kita dan yang tepat untuk kita? Hm, pernah juga gak merasakan bahwa lambat laun mimpi-mimpi kita tentang suatu hal yang 'baik-baik' itu terwujud?
(Foto By : Aye)
Dan saat merenung kayak gitu, saya sering merasa betapa tidak bisa bersyukurnya saya dan betapa naifnya saya.Karena hobby melamun ( mungkin lebih baik merenung ya) aku selalu mencoba memahami bahwa apapun yang terjadi dalam hidupku adalah yang terbaik. Bahwa segala sesuatunya adalah pembelajaran. Juga pertemuanku dengan bermacam-macam orang yang selalu tak terduga.

(Foto By: Aye)
Saat aku butuh semangat, Allah mempertemukanku dengan sahabat-sahabat di Yayasan Martabat. Mereka yang hampir semuanya S2 beasiswa dari luar negeri (Belanda, Filipina, Australia) mendedikasinya diri untuk kawasan kumuh Tambora dan berusaha memajukan adik-adik yang terancam putus sekolah dengan memberi beasiswa pendidikan dan mengajar tiap hari minggu. Padahal sahabat-sahabat ini punya segudang kesibukan yang luar biasa padatnya. Subhanallah!
(Foto By: Aye)
Dari adik-adik yang hidup di rumah-rumah sempit namun semangat meraih cita-cita, dari sahabat-sahabat yang semangat membantu mereka yang kekurangan, membuat semangatku yang redup kembali menyala. Aku tiba-tiba merasa malu, betapa Allah sangat sayang pada setiap hambaNya? Saat kita membutuhkan sesuatu, maka Allah menyiapkan apa yang kita butuhkan, hanya saja kita sering terlambat menyadari. Sahabat Martabat, sahabat yang tepat di saat yang tepat.

Saturday, August 30, 2008

Sekitarku

Ternyata lingkungan tempat tinggalku asyik juga lho! Soalnya belum lama pindah jadi masih belum familiar banget, bahkan masih suka nyasar :P
Kalau Sabtu-Minggu habis olahraga sepeda, asyik banget sarapan di dekat bunderan trus duduk-duduk di bawah plang ini... hehehe. Nah, kalau sore-sore teduh banget, sambil bawa laptop deh, ngayal ke sana ke mari menikmati semilir angin, asyiknya...

Atau kalau mau jalan-jalan kita bisa pilih alat transfortasi dari becak, ojek, metromini, bis bahkan gethek (perahu). Asyik juga lho, murah meriah sampai jalan raya. Nih, buktinya. Ayo, siapa mau main ke sini, aku ajakin naik perahu...:)


Pokoknya dijamin asyik!




Sunday, August 17, 2008

Sisi Lain Penulis

Seorang temanku penulis bilang : "sisi lain penulis adalah kalah melawan kenangan." Bener gak sih? Aku pikir-pikir dulu deh. Mungkin ada benarnya sih, tetapi ada sisi lain lagi yaitu : "sisi lain penulis adalah menjadikan kenangannya uang!" hahahaha, ini tipe penulis matre kali ya? :))

Semakin gelisah seorang penulis maka semakin banyak karya yang bakal dia tulis. Bener gak, wahai para penulis? Jadi jangan salah kalau kamu melukai hati seorang penulis, itu akan menjadi anugrah buat dia, karena dia akan menulis lebih banyak lagi, huehehehhe dan biasanya tulisannya lebih keren juga lebih kuat. Karena itu juga, seorang penulis selalu curiga kalau didekati sesama penulis : mau nyari ide dari aku, ya? Wahahaha...:))
Agak menggelikan kalau ditanya dan divonis orang :" itu hanya khayalanmu, kan?" atau begini
:" makanya jangan sibuk dengan pikiranmu sendiri, jadinya nyasar-nyasar begini." atau yang ini : "kamu tahu gak Ri, tingkatan paling tinggi seorang penulis adalah kegilaan."
Waduh, serem amat yaaaa...!

Its oke, yang jelas semua manusia mempunyai jalur masing-masing dalam hidupnya yang sudah diatur sama Allah. Dan semua jalur yang siapapun tempuh akan saling melengkapi. Nah! Jadi apapun pilihannya itu bagus, selama kita bertanggung jawab dengan apa yang kita pilih. So? Semua hanya kembali ke masing-masing, itu hanya pilihan :)

Monday, August 11, 2008

Mimpi, Keinginan, Harapan, Realita

Apa sih bedanya mimpi, keinginan dan harapan?
Kalo mimpi itu terjadi saat tidur, keinginan terjadi saat terbangun dan harapan itu lebih mendekati realisasi. Begitu gak kira-kira? Nah, kamu pernah gak memimpikan, menginginkan, mengharapkan sesuatu terlampau besar sehingga energimu habis tanpa memprediksi realita yang bakal terjadi? Kurasa banyak orang-orang seperti ini, aku juga pernah sih. Tapi kalau itu terjadi, cepat-cepatlah menyiapkan diri untuk mengantisipasi yang bakal terjadi. Kalau yang kita mimpikan, inginkan dan harapkan itu terjadi sih oke, tapi kalau nggak kan nyaho' kalau nggak siap-siap mental. Dengan persiapan, recovery kekecewaan jadi lebih cepat dan horeee! Selamat datang hari baru yang lebih menarik!

Aku punya beberapa kisah dari sahabat-sahabatku nih.
Sebut saja R, orangnya cerdas, tipe pemimpin, punya managemen yang bagus, humoris dan punya pendidikan yang bagus. Dia juga suka baca buku, malah buku Alchemisnya masih di aku, wekekeke, jadi inget gini! Oke, kembali ke topik! R cukup menyadari kemampuannya bahwa dia bisa mendapatkan hal yang lebih baik dari pekerjaannya saat itu. Maka ia menaruh harap pada suatu posisi yang menurutnya pantas ia dapatkan. Apalagi di lingkungan kerjanya nggak ada yang berada di atas level dia. Boleh dong menaruh harapan? Tetapi setelah mengikuti tes kenaikan jabatan, dia gagal. Kok bisa orang secharming R, gagal psikotes itu padahal dia merasa bisa mengerjakan semuanya? (Aku yang mengenalnya lama juga melongo). R kembali ke pekerjaannya semula dan menjalani hari-harinya dengan pikiran miskonsepsi sementara jabatan itu tetap kosong. Sampai kemudian, suatu hari R dipanggil dirut. Ngobrol-ngobrol, R di tawari promosi dengan syarat dia bisa memasukkan anak seorang petinggi di situ. Karena menurut dirut, kalau R berhasil mengubah anak petinggi itu menjadi lebih berguna, maka R bisa menghandle anak buahnya. Tibalah waktunya R mengoreksi hasil tes anak petinggi itu. Dan ternyata, dari 10 soal yang dikerjakannya hanya diisi 2 nomor, selebihnya bersih tanpa noda. Dan 2 nomor yang diisi itu, salah semua. R menggambar matahari di kertas hasil tes itu, lengkap hidung, mata dan bibir yang tersenyum kemudian menyerahkan pada HRD. Dan setelah itu R terkenang lagi akan psikotesnya, benarkah psikotes itu gagal? Lalu merenung, kalau toh lolos, apakah dia cocok berada dalam lingkungan yang kotor seperti itu? Apakah dia sanggup melihat hal-hal seperti itu?

Sahabat kedua, sebut saja A. Orangnya luar biasa pinter dan punya semangat maju yang selalu menyala. A sudah melamar ke semua program beasiswa namun selalu gagal. Suatu hari dengan lemas dia menemui seorang teman yang baru menyelesaikan program beasiswanya di Jepang. A mengeluh, kenapa kok susah banget mendapatkan beasiswa padahal sepertinya tidak ada yang kurang dalam semua tes-tes yang dilaluinya. A lupa bahwa dalam segala hal selalu terselip faktor lucky juga selain keberhasilan akademis yang dia miliki.

Dari contoh pengalaman sahabatku tadi, aku jadi mengambil kesimpulan bahwa sekeras apapun kita mengharapkan sesuatu kalau belum waktunya tiba atau belum cocok dengan kondisi kita, maka harapan itu tidak akan terwujut. Tetapi bukan berarti kita tidak berusaha lho! Berusaha adalah proses untuk mencapai hasil. Sedangkan hasilnya adalah yang terbaik untuk kita, gagal atau sukses. Orientasi kita harusnya proses bukan hasil. Karena dalam proses kita belajar banyak hal. Terkadang hasilnya kita malah diarahkan ke suatu tempat yang tidak kita inginkan sama sekali, tetapi itu justru yang terbaik dengan kondisi kita. Jadi kayaknya kita harus belajar menerima sedikit demi sedikit jika harus menghadapi kegagalan sambil merenungi bahwa inilah yang terbaik untuk kita. Dan untuk mimpi berikutnya, ayo mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, menganalisa kemampuan, upgrade kemampuan diri, insya Allah kalau sudah terpenuhi kualifikasinya, rezeki itu pasti datang pada waktunya.
Semangat yuk! Meraih mimpi? Siapa takut? :)

Sunday, August 10, 2008

Jejak Bulan

Jejak bulan di wajahmu mengabur
Meninggalkan buram di kedua matamu
Meski terhalang kaca mata itu
Aku bisa memandangnya

Kini mulai kutepikan siluet wajahmu
Tanpa sisa lagi di pinggir hatiku
Tak banyak yang cukup berharga
Untuk dikenang dan disimpan

Suatu ketika nanti jejak bulan itu akan menghilang
Dan aku akan menertawakan kebodohanku
Merasa kasihan dengan kepengecutanmu
Lalu semuanya berlari
Jejak bulan itu bahkan akan mati
Lihat saja!

Saturday, August 09, 2008

AMNESIA dan PURA-PURA

Pernah gak kamu kepengin amnesia lalu minggat ke suatu tempat yang jauh dan melupakan semua hal yang pernah kamu alami? Mungkin asyik kali ya tiba-tiba amnesia dan jadi manusia baru tanpa beban masa lalu. Tapi apa benar setelah amnesia itu kita tidak akan punya beban masalah. Halah! Namanya juga hidup, selalu saja ada masalah di tiap tikungannya.
Trus pernah gak kamu menyayangi seseorang tetapi kamu mengenakan topeng di depannya? Kamu pura-pura bersikap tidak memerlukannya, tidak membutuhkannya bahkan kalau perlu membuangnya jauh-jauh dari hidupmu? Sementara kalau kamu melihatnya bersama orang lain kamu bakal cemburu luar biasa, marah-marah dan merasa tertindas. Tapi kamu tetap saja egois tidak mau mengakui keberadaannya sekian lama mengisi hari-harimu. Ah, manusia terkadang memang makhluk paling egois yang mementingkan tujuannya sendiri.
Seseorang kepengin amnesia saat menghadapi hal-hal pahit dalam hidupnya, tapi seseorang kepengin merekam semua kenangan manis yang pernah dilampuinya. Seseorang suka berpura-pura untuk menghindari sakit hati yang parah dan tanpa sengaja malah menyakiti orang lain. Seseorang tak mau mengakui membutuhkan orang lain. Seseorang....
Ah, kadang-kadang kita tak menyadari betapa egoisnya kita. Kita hanya pandai menilai orang lain tanpa mau melihat diri kita sendiri.

Saturday, August 02, 2008

TRAUMA

Ia pucat pasi dan gemetar saat melangkah keluar rumah pagi itu. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya sehingga disergap ketakutan yang luar biasa. Siang ini, ia ingin mengunjungi seorang temannya yang sakit, hanya itu tujuannya, tapi apa yang membuatnya begitu ketakutan? Bahkan beberapa kali ia memejamkan mata untuk menghalau kunang-kunang yang memenuhi matanya.

Setelah melawan suara-suara di kepalanya dan ketakutan yang hampir membunuhnya, ia sampai juga di rumah kos temannya. Semua berjalan normal. Anehnya sepulang dari kunjungan itu, ada separuh beban yang terangkat dari kepalanya. Ia merasa dadanya yang selalu terhimpit selama bertahu-tahun membuat rongga secara tiba-tiba hingga ia dapat bernafas lebih nyaman.
Apa yang sebenarnya terjadi? Sampai di rumah ia memeriksa diary tua, merunut kejadian-kejadian silam lalu membuat garis-garis yang saling menghubung satu sama lain. Sudah lama ia melakukan hal itu untuk memecahkan beberapa masalah yang sedang dihadapinya. Dan ia menemukan simpul kejadian yang pernah membuatnya sangat shock, ia mengalami stress aftershock, pura-pura melupakannya dengan kesibukan selama bertahun-tahun tapi ternyata semua trauma itu berjalan di bawah sadarnya.

Trauma dalam bahasa Yunani berarti luka. Luka psikologi yang menggambarkan situasi atau kejadian setelah seseorang mengalami suatu kejadian yang menakutkan, menyedihkan atau mengejutkan. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda menghadapi suatu kondisi traumatic, tergantung seberapa parah kejadian tersebut. Respon seseorang dalam kondisi ini umumnya ketakutan, tidak berdaya dan merasa ngeri. Juga adanya ingatan yang terus menerus terhadap kejadian yang membuat shock atau mengalami mati rasa terhadap lingkungannya. Cara seseorang menghadapi krisis tersebut, tergantung pada pengalaman dan sejarah masa lalu masing-masing. Contoh kasus di atas, ia berhasil mengurangi traumanya dengan mendatangi sumber trauma. Namun untuk peristiwa traumatic yang sangat menyakitkan ada baiknya menghubungi ahli untuk mendapatkan terapi penyembuhan.

Semua hal yang menimpa kita terjadi atas kehendak Allah, semoga kita (bisa terus belajar) selalu bersabar saat tertimpa musibah dan selalu bersyukur saat mendapatkan nikmat. Hanya Allah satu-satunya dzat yang tidak akan mengingkari janji, tidak berbohong dan tidak berkhianat. Maka hanya pada Allah-lah tempat menggantungkan harapan, bukan makhluk, bukan yang lain.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
[Al-Baqarah : 286].

Saturday, July 19, 2008

DARI SEBUAH LAUNCHING


Setelah lumayan lama nggak ke TIM, akhirnya ke TIM lagi, hehehe.
Dua orang sahabat sedang launching buku kumpulan cerpennya di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Setelah janjian sama best friend di Bakoel Coffie dan menikmati suasana Jakarta tempo dulu di kafe itu kami langsung cabut ke TIM. Wuah rame juga tuh meski aku datang lumayan telat gara-gara macet dan macet. Asyik juga nyimak diskusi bareng kritikus sastra Maman S.Mahayana dan Helvi Tiana Rosa. Selamat deh buat Wa Ode Wulan Ratna dan Noor H.Dee. Sukses terus ya!

Monday, June 09, 2008

MENUTUP SEBUAH BUKU

Aku memandang jemu buku di tanganku, lalu kututup perlahan. Namun, penasaran menghantuiku lagi. Aku membuka buku itu lagi. Membaca-baca lagi. Tapi tetap saja halaman demi halaman itu tidak memberiku sesuatu kecuali kisah traumatis yang berkembang menjadi paranoid. Dan semakin lama aku membaca buku itu aku hanya akan tertular paranoid sang tokoh yang menjalar pelan-pelan melalui rangkaian kata-kata yang masuk ke otakku.
Lalu, aku benar-benar memutuskan untuk menutup buku itu. Tidak melanjutkan membaca, bahkan kalau perlu membuangnya ke tempat sampah sekalian. Mungkin saja pemulung lebih memerlukan buku itu ketimbang aku.

“Terkadang, kita harus membaca buku yang buruk untuk mengetahui buku yang bagus,” kata seorang lelaki yang tiba-tiba menghampiri bangku taman tempatku duduk membaca buku.
Aku tersenyum sedikit. “Aku menghargai semua buku, apapun bentuknya. Namun tokoh dalam buku ini menularkan traumatisnya padaku. Lebih baik aku menutupnya sebelum makin parah.”
“Begitukah?” Laki-laki itu balas tersenyum, meletakkan ranselnya di bangku. Rambutnya yang semi gondrong bergerai tertiup angin. Matanya menatapku lembut dari balik kacamata minus. “Mungkin tokoh dalam buku itu hanya memintamu mengerti bahwa apa yang dia alami menyakitkan. Dan bukankah sebuah buku dikatakan berhasil jika dapat mempengaruhi pembaca?”

Aku mengangkat bahu. “Mungkin saja, tapi tergantung pembacanya. Aku bukan pembaca yang gampang dipengaruhi. Aku membaca sambil berpikir.”
“Aku percaya. Aku mengenalmu begitu lama, juga buku-buku yang kamu baca. Jadi keputusanmu sudah bulat tidak melanjutkan buku itu?”
“Ya. Atau kau mau membacanya?” tawarku.
Laki-laki itu tertawa. “Aku tak akan membaca buku yang sudah kuketahui isinya.”

Aku bangkit dari kursi taman, menghampiri tempat sampah. Tanpa berpikir lagi, kulempar buku bercover hijau itu ke dalam tong sampah. Kulihat lelaki itu terperangah. Tetapi aku tersenyum padanya.
“Aku ingin membaca buku yang lain, yang memberiku pencerahan hidup. Bukan buku yang tidak jujur pada pembacanya dan hanya bermain kata-kata,” kataku.
Laki-laki itu mengangguk-angguk mengerti.

“Setelah satu buku ditutup, maka halaman buku yang lain menanti untuk dibuka. Selalu begitu, bukan?”

Sunday, June 01, 2008

Apa cita-citamu?

Hari yang benar-benar amazing!
Setelah 4 tahun berteman lewat telepon dan internet akhirnya saya membuat janji ketemu Mel. Uhg, senangnya! Gimana nggak? Orang ini sepertinya agak susah ditemui karena begitu sibuknya hilir mudik ke manca negara.
Di sebuah mall, saya melihat senyum Mel untuk pertama kali (selain di foto-fotonya tentu saja) dan nggak tahu kenapa, saya merasa langsung nyaman. Mel mengenalkanku pada Erol (pemuda Aussie yang menyukai aktivitas-aktivitas sosial) lalu kami meluncur ke markas Martabat di Tambora bersama dua teman yang lainnya.
Bertemu dengan adik-adik di Tambora yang semangat meski berada dalam kehidupan yang serba kekurangan membuat hatiku berembun. Juga ketika keliling kawasan Tambora bersama Erol, Laura dan Yani, saya merasa betapa tidak bersyukurnya saya selama ini. Menurut survey, Tambora merupakan kawasan terpadat seasia Tenggara.

Namun dari semua itu, ada satu hal yang membuatku benar-benar tertonjok. Saat forum diskusi, seorang adik Martabat bertanya pada Erol : “apa cita-citamu, Erol?” Pemuda Aussie yang lembut dan sopan ini menjawab : “saya ingin jadi muslim yang baik.”

Sebagian orang memiliki cita-cita dan menyebutkannya ketika masih kecil : ingin jadi dokter, insinyur, aktor, guru dan lain-lain tetapi jarang sekali aku mendengar seorang Islam yang kukenal mengucapkan melalui kata-kata di depan umum bahwa cita-citanya ingin menjadi seorang muslim yang baik (maaf kalau mungkin saya yang kurang gaul dalam mendengar cita-cita semua orang). Tetapi kata-kata Erol membuatku banyak merenung, juga doanya diakhir pertemuan, “semoga kita akan berkumpul lagi seperti ini di surga nanti.” Subhanallah!

(Terima kasih Mel, telah membawa saya menemukan pencerahan-pencerahan hari ini)

Saturday, May 24, 2008

EUFORIA PENERBIT & KREATIVITAS PENULIS

Dalam sebuah percakapan melalui Yahoo Messenger, saya menawarkan novel misteri thriller yang baru saja saya rampungkan. Tetapi rekan saya yang kebetulan bekerja sebagai manager sebuah penerbit besar itu mengatakan, “Sekarang yang sedang laku novel-novel romantis bersetting Timur Tengah. Kamu bikin saja novel semodel Ayat-Ayat Cinta, pasti bisa langsung kami terbitkan. Sekarang pasar sedang menginginkan itu.” Saya tercenung mendengar jawaban rekan saya itu.

Demam novel ‘Ayat-Ayat Cinta’ telah mendorong penerbit untuk bereuforia menerbitkan buku-buku romantis religius bersetting Timur Tengah. Judul dengan kata belakang cinta mulai bermunculan, bahkan nama pengarangnya pun mirip dengan nama pengarang Ayat-Ayat Cinta. Beberapa penulis menggunakan kesempatan euphoria ini untuk menerbitkan karyanya, namun beberapa penulis lain menolak.

Dalam sebuah diskusi antara penerbit dan penulis, saya terpesona oleh kritik seorang penulis kepada penerbit. Penulis yang juga seorang dosen ini berharap euphoria pasar terhadap sebuah karya tidak lantas membuat penerbit mendikte penulis untuk membuat karya-karya yang akan menjadi epigon. Itu sama artinya membunuh kreativitas penulis-penulis yang ada. Karena setiap penulis memiliki ke-khas-an karya maka seorang penulis bisa melahirkan karya yang dahsyat dengan keunikan diri penulis masing-masing.

Namun perlu diingat bahwa penerbit adalah sebuah usaha bisnis yang bisa hidup dari pasar. Jadi pasar sangat menentukan karya apa yang sebaiknya diterbitkan oleh penerbit untuk menyangga bisnis penerbitan itu tetap hidup. Hal ini kemudian menjadi dilematis karena hubungan antara penulis dan penerbit yang seharusnya menjadi simbiosis mutualisme kemudian menjadi bumerang bagi penulis karena karya-karya mereka yang melawan pasar akan tertunda penerbitannya atau bahkan tak akan terbit sama sekali.

Nah, kalau sudah begini, menurut saya kembali ke diri masing-masing penulis. Kalau memang mampu menulis dengan kualitas yang bagus dan disukai pasar, kenapa tidak dicoba? Seperti kata Remi Silado dalam sebuah wawancara, “karya sastra masa kini harus berani teruji pasar.” Namun jika tulisan itu hanya mengekor tulisan terdahulu agar laku atau terbit, sementara penulis tidak bisa mengejar kualitas, maka hanya akan menjadi sebuah pembunuhan kreativitas penulis. Sekali lagi, semua adalah pilihan dan penulis berhak memilih mana yang ingin mereka tulis. So? Mau pilih mana?

Monday, May 19, 2008

“Kapan Kamu Merasa Mulai Dewasa?”

Suatu malam saat kami duduk berhadapan di foodcourt Senayan City, tiba-tiba dia bertanya padaku, “kapan kamu merasa mulai dewasa?”

Aku tercenung sesaat dengan pertanyaan itu. Sebelumnya tidak ada yang bertanya seperti itu padaku dan aku juga tidak pernah memikirkannya. Maka dengan pikiran seorang ‘pengkhayal’ (hahaha), aku menjawab berbelit, “aku tidak bisa menasbihkan kapan diriku merasa mulai dewasa, karena bisa jadi dalam hal tertentu aku dewasa tetapi dalam hal lain aku tidak dewasa. Juga terkadang dalam pandangan temanku dewasa ternyata dalam pandangan keluargaku belum dewasa. Orang lain yang menilai aku sudah dewasa atau belum, bukan diriku sendiri.” Setelah mengucapkan itu, sebenarnya batinku terkikik geli, ngeles banget! Apalagi saat dia mengangguk-angguk bingung, hihihi. Emang enak ngomong sama pengkhayal?

Hari-hari berikutnya, ajaib banget, pertanyaan itu terngiang-ngiang di telingaku. Dan browsinglah aku dengan guide kata dewasa. Hm, dari sebuah artikel, ternyata tingkat kedewasaan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan usianya. Mereka yang lebih tua belum tentu lebih dewasa. Ada beberapa aspek yang bisa dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kedewasaan seseorang.

Intelektual
Dewasa dilihat dari kemampuan kita membentuk pendirian. Artinya, kita punya pendirian atau prinsip yang jelas sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh situasi yang menuntut kita untuk bersikap.

Emosional
Kemampuan menerima emosi dan menggunakannya secara wajar. Artinya, emosi apapun yang sedang kita alami, kita tetap bisa menguasai dan mengelolanya dengan baik.

Sosial
Dari segi social tampak dari keterbukaan terhadap orang lain. Sanggup membuat persahabatan. Tidak bergantung pada siapa pun, tapi tidak berarti kita tidak butuh orang lain.

Moral
Kesetiaan kita pada asas-asas moral dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, semakin dewasa kita semakin mementingkan orang lain dari pada diri sendiri.

Spiritual
Berkeyakinan tidak sempit. Mampu bergaul dan membina hubungan baik dengan orang-orang yang keyakinannya berbeda dari diri kita. Kita mampu menghargai orang lain tanpa batas-batas agama, ras, suku atau golongan

Kedewasaan adalah proses perkembangan kepribadian. Maka kita tidak bisa mendapatkannya dengan instant. Karena itu perlu terus belajar dan berlatih terus menerus.
Nah, kalau sudah ketemu jawabannya sekarang aku jadi bertanya pada diriku sendiri, apa aku sudah dewasa???

Sunday, May 18, 2008

“Half Light”

Selain film epik klasik dan misteri thriller, aku sangat suka film yang bercerita tentang kehidupan seorang penulis. Kebetulan yang menyenangkan, hari ini seseorang membawakan ‘HALF LIGHT’, film tahun 2006-an (kalo nggak salah) dibintangi Demi More dan juga berkisah tentang seorang novelis.

Dikisahkan, Rachel seorang penulis novel misteri yang depresi setelah kematian putranya tenggelam di danau. Rachel kemudian memutuskan menyepi di sebuah cottage pinggir laut untuk menyelesaikan novel misterinya. Di tempat terpencil yang luar biasa indah ini (hiks, aku jadi membayangkan tinggal di sana dan duduk di tempat Rachel mengetik novelnya, di dekat jendela menghadap laut, merasakan angin membelai wajah) Rachel bertemu dengan Angus McCould dan mengalirlah kisah kehidupan Rachel yang dibayangi imajinasi novel-novelnya. Rachel seperti hidup di dua dunia, antara imajinasi dan kenyataan sehingga orang-orang menganggapnya tak waras. Ternyata semua misteri itu adalah kejahatan yang dirancang suami Rachel dan sahabat Rachel untuk menguasai kekayaan Rachel.

Menonton film-film tentang kehidupan seorang penulis selalu memberi inspirasi tersendiri (buatku khususnya, hehe). Aku sering menemukan kata-kata yang membuatku tersenyum sendiri sekaligus merenung. Kayak kata-kata dalam film HALF LIGHT saat Rachel bicara dengan Angus. “Kenapa memilih hidup dalam kesendirian menulis?” Rachel menjawab, “Karena hanya dengan menulis fungsi hidup saya benar-benar berjalan.” Terus kata-kata dalam film FINDING FORESTER, film ini bercerita tentang penulis yang menyepi juga, pemainnya Sean Connery ngomong begini sama murid menulis satu-satunya, “pertama tulis konsep tulisanmu dengan hatimu kemudian tulis kembali dengan kepalamu. Faktor pertama dalam menulis adalah menulis bukan berpikir.” Film tentang penulis lainnya yang kusukai adalah SECRET WINDOW, bintangnya Johnny Deep dan diangkat dari novelnya Stephen King. Terus… BRIDGE TO TERABITHIA, THE WHOLE WIDE WORLD, FULL HOUSE (drama korea, tapi kisah penulisnya hanya lewat saja, lebih banyak kisah cintanya) dan masih banyak lagi pastinya.

Terkadang sebuah film dapat mengalirkan semangat tersendiri pada penontonnya. So? Pilihlah film yang mengalirkan energi positip, usai menontonnya. Bukankah inspirasi juga kita perlukan untuk meneruskan perjalanan panjang kehidupan?

Saturday, May 17, 2008

Final Uber Cup 2008


Sabtu, 17 Mei saya Nonton Final Uber Cup 2008 di Istora. Wah, seru juga sih melihat gegap gempita suporter Indonesia yang penuh semangat. Rasanya sudah lama banget, gak merasakan nasionalisme yang kayak gini, jadi agak merinding. Dan meski semuanya kalah, tapi suporter tetap semangat dan cinta sama pemain kesayangannya. Saya suka banget lihat permainan ganda putri Lilyana Natsir dan Vita Marissa. Mereka seru habis mainnya dan sempat menang di set kedua. Halah! Saya udah kayak pembawa acara olahraga aja ya.... :D
Meski tetap gak sesemangat zaman dulu, tapi bravo untuk tim Uber Indonesia!

Thursday, May 15, 2008

AIR YANG TUMPAH

Pagi ini terasa rusuh. Aku baru saja agak sembuh setelah terkapar sakit selama kurang lebih 15 hari dan harus mengejar deadline menulis script (baca: bisa-bisa 2x24 jam, aku tak akan punya waktu tidur). Aku sudah bersiap-siap menulis ketika tanganku menyenggol gelas berisi air putih. Air itu tumpah ke atas laptop dan membasahi sebagian meja. Aku panik. Akankah laptopku rusak? Bagaimana aku akan memenuhi target deadline jika laptopku colaps? Lalu timbul kegusaran yang kemudian membuat semua tindakan makin susah dikendalikan. Kakiku menyandung kabel lalu laptop itu hampir terseret jatuh dari meja. Jantungnya berdetak lebih kencang dan kepalanya migren dadakan. Aku berusaha mengembalikan laptop ke meja agar tak jatuh. Memandangi genangan air yang menetes dari meja, laptop yang basah dan lantai yang licin dadaku yang sakit hampir setengah bulan ini terasa lebih menyakitkan.

Terkadang, kita dihadapkan pada ketakutan-ketakutan sebelum peristiwa terjadi sehingga kita kalah sebelum berperang. Seperti kejadian yang ku alami pagi ini, begitu takutnya aku pada colapsnya laptopku (padahal belum terbukti) sehingga menyeretku pada kemarahan dan kesakitan. Mengutuk segala sesuatu yang ada di sekelilingku dan menyesali diri. Sampai kemudian emosi itu membunuh produktivitasku karena kepala yang migren membuat konsentrasiku buyar dan deadline lebih amburadul.

Sementara kalau kita mau merunut sebuah kejadian dan memahami dengan kepala dingin kita akan sampai pada pemahaman-pemahaman yang membuat kita lebih arif menyikapi sebuah peristiwa. Pernahkah kita mengambil jeda sejenak setelah kejadian tragis menimpa? Menghela nafas dan tidak menuruti aliran darah yang menderas ke kepala? Pernahkah kita berpikir kenapa hal itu menimpa kita? Gelas itu jelas sudah kulihat di sana, tetapi tetap saja tanganku menyenggolnya. Karena aku tidak berhati-hati? Karena refleks gerakan tubuhku yang panik dikejar deadline atau karena apa? Jangan-jangan tumpahan air itu isyarat agar aku menghentikan sejenak kepanikanku tentang deadline, mengingatkan aku agar beristirahat selagi sakit dan peduli pada kesehatanku.

Dan pernahkah kita merenungi sejenak kata-kata atau perbuatan seseorang yang menyinggung perasaan kita? Jika kita mau merenung setelah emosi mereda, kita akan mendapati jawaban jujur dari hati kita. Mungkin, sebagian kata-kata yang diucapkan orang itu adalah kebenaran tentang diri kita, hanya kita terlalu naïf untuk mengakuinya. Atau, pernahkah kita merenungi kenapa kaki kita yang terperosok lubang, sementara begitu banyak orang melewati jalan berlubang itu? Mungkinkah kita tengah diingatkan dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan saat kita melangkah ke suatu tempat? Banyak hal yang bisa kita renungkan, kita ambil maknanya setelah kepala menjadi lebih dingin.

Hidup adalah rangkaian kejadian berhikmah yang seharusnya membuat kita belajar menjadi lebih baik dari hari ke hari. Teman, mari kita belajar menggali hikmah dari setiap kejadian, agar kita tak selalu mengutuki diri dan mampu mensyukuri hidup. (untuk diriku yang sendiri yang tak pandai menggali hikmah dari setiap kejadian).

Monday, April 28, 2008

The Forbidden Kingdom

Wow, aku suka banget bisa nonton film ini bareng sahabatku yang bela-belain nonton 2x demi menemaniku, hehehehe! The Forbidden Kingdom menawarkan gambar-gambar yang indah, cerita yang menghibur dan manis. Apalagi kelucuan-kelucuannya natural dan nggak dibuat-buat. Ya iyalah! Nggak usah komentar deh kalau soal itu. Hampir mirip sama The Last Samurai (mungkin karena penulis skenarionya orang yang sama : John Fusco) dan juga ceritanya agak senada dengan The Lord of The Ring. Tapi tetep aja horeee! Keren habis!

Sunday, April 27, 2008

Indonesia Membaca!



Datang ke World Book Day 2008 dan ketemu teman-teman lama membuat hidup serasa lebih hidup! Yaelah, kayak iklan aja sih? Tapi bener deh, rasanya sudah lama banget nggak ketemu teman-teman komunitas trus ngobrolin buku, tulisan dan haha hihi tentang hal-hal yang lucu sambil menikmati nasi ulam jaya yang enak. Hm... betapa indahnya hidup...ceila...:)

World Book Day selalu menyuguhkan acara-acara menarik untuk pecinta buku. Workshop penulisan, jumpa pengarang, pameran komunitas dan lain-lain. Meski terlambat saya sempat mengikuti acara off air-nya Kick Andy. Wah, lumayan seru dan menggugah semangat juga acara itu. Di beranda komunitas saya bertemu saudara dari Baduy yang juga ikut pameran. Lengkap sudah rasanya hari itu kegembiraan saya. Ternyata memang di sinilah dunia saya. I love it!

Friday, April 25, 2008

Cinta

Apakah kau pernah merasakan keindahan cinta? Kau seperti mengawang, menghirup sesuatu yang menyenangkan dan dunia menjadi lebih nyaman untuk ditinggali. Aku punya cerita tentang cinta.

Delapan tahun yang lalu, wanita berpendidikan SD itu berusia 38 tahun. Sosoknya sedang, tawanya riang dan pembawaannya selalu senang. Klop dengan suaminya yang suka melucu. Wanita itu ibu rumah tangga dan suaminya bekerja memeriksa rel kereta api setiap malam hingga subuh. Anaknya tiga orang. Sejak kos di rumahnya, aku menjadi bagian dari keluarganya. Empat tahun aku melewati suka duka bersama keluarga ini. Setelah tidak lagi tinggal bersamanya, aku selalu menyempatkan singgah jika kebetulan ada keperluan ke kota itu. Mungkin tepatnya bukan singgah, tetapi pulang. Bapak, begitu aku memanggil suaminya, akan menjemputku dan memaksaku menginap di rumahnya. Malamnya, aku, Ibu dan dua anak gadisnya akan menggelar kasur di lantai dan tidur bersama-sama setelah makan dan lelah bercerita. Saat seperti itu, aku seakan pulang ke rumah setelah lama di rantau.

Waktu membawaku bertemu cinta yang lain. Tiga tahun yang lalu, mantan wanita karier itu berusia 65 tahun. Meskipun sudah nenek-nenek, sosoknya ideal, senyumnya lembut dan pembawaannya penuh tata karma kraton. Maklumlah, ada silsilah darah biru. Ibu, begitu aku memanggilnya, selalu mengingatkanku pada ibu kandungku. Kami melewati hari dengan banyak berbagi suka duka. Setiap tindakannya adalah pembelajaran bagiku. Aku mengaguminya. Peluk dan ciumnya selalu mengantarkan kepergianku traveling ke beberapa tempat. Air matanya menemani kesedihan-kesedihanku menghadapi masalah. Nasehat-nasehat dan supportnya membuatku bertahan dari goncangan. Ponselku berdering-dering jika kebetulan aku lupa berpamitan pergi lewat sehari. Putrinya menjadi kakak bagiku. Malam-malam ketika menikmati sinar bulan di balkon, aku sering merenung. Aku merasa dalam dekapan keluarga meskipun hidup di rantau. Tak kekurangan cinta, kasih dan sayang.

Jika saja kau mau memungutnya, begitu banyak cinta di sekeliling kita. Hanya saja kita lebih sering menutup mata, lebih suka membuka permusuhan untuk hal-hal sepele dan memasang gengsi kelewat tinggi untuk menerima ketulusan cinta. Namun jangan harap kita akan mendapatkan cinta tanpa belajar mencintai orang lain. Dan pernahkah kau membayangkan betapa menakutkan hidup tanpa cinta?

Thursday, April 24, 2008

Kenanglah

Kenanglah aku
Di saat aku telah pergi
Jauh ke suatu negeri yang sunyi
Di saat kau tak dapat lagi meraih tanganku
Di saat aku menoleh tapi tak mungkin kembali

Kenanglah aku
Di saat aku tak bisa lagi dari hari ke hari
Mengungkapkan padaku masa depan yang kau rencanakan
Kau mengerti, kau hanya dapat mengenangku
Sudah terlambat untuk menyesal atau berharap

Namun andaikan kau terpaksa sesaat melupakanku
Dan kemudian kembali terkenang padaku
Jangan bersedih
Karena Jika kegelapan serta rasa dikhianati itu
Meninggalkan sesuatu yang pernah berkecamuk di hatiku
Lebih baik kau lupakan saja sambil tersenyum
Daripada kau terkenang dan merasa sedih

(dari sobekan kertas bungkus)

Monday, April 21, 2008

LA TAHZAN for broken hearted MUSLIMAH


Mengapa harus kata jatuh yang berada di depan kata cinta?
Apakah cinta memang selalu identik dengan musibah dan malapetaka?
Mengapa harus kata mati yang berada di belakang kata cinta?
Apakah cinta memang selalu menghadirkan segumpal lara dan setetes air mata?
Sejumlah kisah, sejumlah peristiwa, lahir dan tumbuh bersama cinta.
Tak jarang terdapat luka di setiap akhir cerita, ya, luka yang teramat pedih.
Luka yang beakhir dengan tangisan pilu dan kesedihan abadi.
Atas dasar itulah buku ini hadir. Di persembahkan untuk semua muslimah yang sedang bersentuhan dengankesedihan akan cinta. Selalu ada jalan terbentang, selalu ada kemungkinan untuk menang. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, Muslimah.


La Tahzan....LA TAHZAN for broken hearted MUSLIMAH

Penyusun: Asma Nadia
Kontributor Penulis:
- Asma Nadia- Dyotami Febriani- Intan Arifin- Dian Ibung- Dewi Rieka- Me- Amelia - Nasanti- Ummu Alif- Tary- Leyla Imtichanah- Mariskova- Novi Khansa- Ida Az- Esti Handayani

Sunday, April 13, 2008

Tragedi dan Komedi

Sore itu ia mengajakku bertemu di sebuah kafe favoritnya. Bibirnya seperti menahan tawa yang siap meledak hingga wajahnya terlihat aneh. Ia lalu memesankan coklat panas untukku dan sepiring kecil muppin. Aku menebak ada curhatan menarik sehingga ia meluangkan waktu untuk mengundangku.

“Loe tahu nggak bedanya tragedy sama komedi?” Ia memulai.
Aku meletakkan tas di samping tempatku duduk lalu menatapnya. “Tragedy selalu berbau air mata, kalo komedi selalu berbau kegembiraan? Bener nggak?”
“Benar, tapi aku belajar bahwa tragedy yang terjadi terus menerus kadang menjadi komedi yang cukup menghibur,” katanya.
Lalu tawanya meledak. Beberapa orang di kafe itu menoleh ke meja kami. Aku menyodok lengannya pelan, memberinya isyarat agar mengontrol tawanya. Ia langsung mengerem tawanya saat pelayan membawa pesanan kami. Baru setelah pelayan pergi dia meneruskan tawanya sambil menekap mulutnya.

“Loe nggak lagi saraf ‘kan?” Aku membuat tanda jari miring di dahiku.
Dia berusaha menghentikan tawanya. “Gue patah hati lagi.”
“Trus di mana lucunya?” tanyaku heran. Aku mengurungkan mengiris muppin.
Dia tertawa lagi. “Sampai mana loe ngikuti kisah cinta gue?”
“Gue rasa semuanya, tapi sorry, gue nggak ingat bener.”
“Pertama, gagal karena masalah yang nggak jelas trus waktu dia balik lagi gue udah ilfell. Kedua, gagal karena dia dijodohin, ketiga gagal karena dia menipuku….nah dari sini nih mulai menarik…loe simak ya?”
Aku menghela nafas. Apa yang menarik dari sebuah kegagalan yang menyakitkan?
“Setelah penipuan ini, gue ketemu dua orang berikutnya yang juga menipuku.”
“Yang edisi terakhir, gimana ceritanya?”
“Setelah dekat beberapa bulan tiba-tiba aku pengen tahu tujuan dia menjalin hubungan denganku. Eh dia malah membalikkan pertanyaan begini, ‘kalo begitu tujuanmu berteman denganku apa?’ Hm, ternyata gue cuma teman buat dia.”
Kali ini aku yang tertawa. “Harusnya loe jawab, tujuan berteman adalah menambah teman. Bener nggak, sih?”
“Oh iya, bener! Kenapa nggak gue jawab begitu? Genius juga loe!” Tawanya meledak lagi. “Jadi dari semua kisah cinta yang terus menerus menyakitkan itu, kali ini aku benar-benar merasa geli. Gue udah nggak bisa nangis lagi dan malah merasa betapa lucunya hidup ini! Tau nggak loe? Hampir dua hari setelah itu aku suka ketawa-ketawa sendiri kalau ingat. Dan lebih lucu dengar kata-katamu barusan, tujuan berteman adalah menambah teman. Hahahaha!”

Aku menatap wajahnya. Tak kutemukan kesedihan dalam wajah melankolisnya. Dia benar-benar tertawa dari dalam lubuk hatinya.
“Sekarang gue punya kata-kata baru dalam hidup gue,”lanjutnya. “Aku ingin berdamai dengan kenyataan yang mengajarkan padaku lucunya kebenaran!”
“Good! Terkadang hidup memang perlu hal-hal kayak gitu. Yang pasti loe sudah mengambil langkah, kalo nggak loe nggak akan menemukan jalan apapun.”
Dia tertawa lagi. “Ini yang gue suka dari loe, say. Selalu mendorong orang-orang di sekitarmu untuk survive dan maju! I love you so much!”

Giliran tawaku yang meledak. Kami menikmati sore yang berwarna. Ah, bukankah semua makhluk ditakdirkan bertemu di suatu waktu lalu berpisah di waktu yang lain? Dan sebuah perjalanan panjang selalu bermula dari satu langkah. Ceile…jadi sok filosofis gara-gara habis ketemuan sama orang agak saraf. Ha ha ha!







Friday, April 04, 2008

Filosopi Bunga

Suatu malam seorang teman meneleponku. Awalnya dia pengen ngobrol soal tulis menulis, tetapi kemudian obrolan melebar ke mana-mana sampai kuping terasa panas. Di tengah obrolan tiba-tiba dia bertanya : "apa filosopimu dalam mencari pasangan?"
Aku berpikir sejenak karena ini bukan pertanyaan biasa yang diajukan teman-temanku lainnya. Apa ya? Dengan serampangan aku menjawab bla bla bla. Selesai jawabanku dia mengutarakan jawabannya sendiri, yang membuatku merenung sedemikian lama setelah dia menutup telpun.

"Saya mengibaratkan memasuki sebuah taman bunga, " kata temanku itu. "Di sana banyak sekali macam bunga. Ada anggrek, mawar, melati, krisan, sedap malam dan lain-lain. Saya memandang satu persatu dan mengakui hampir semua indah. Ketika saya memegang satu, saya tergoda juga untuk memegang yang lainnya. Karena saya berpikir mawar lebih harum ketimbang anggrek, melati lebih mungil dan cantik ketimbang mawar, sedap malam lebih exotis ketimbang krisan meskipun krisan juga sangat menarik dengan warnanya yang menggoda. Sejenak saya terpaku, berpikir. Semua bunga di depan saya indah, mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya tidak bisa melihat kekurangan satu bunga lalu menutupi kekurangan itu dengan memetik bunga yang lain. Lalu saya memutuskan memetik satu bunga..."
Aku menyela. "Dengan pertimbangan apa?"

"Saya harus memetik satu bunga saja karena saya tidak mau memetik bunga-bunga yang lain tanpa tujuan apalagi jika nanti saya membuangnya. Nah, setelah saya memetik satu bunga itu saya berjanji akan merawatnya dan menyiramnya dengan cinta saya. Saya akan mencintai kekurangan-kekurangannya sambil berusaha mendorong dia untuk membenahi kekurangan-kekurangan itu. Karena saya juga tidak sempurna. Dengan cinta saya yang tulus, saya yakin bunga itu akan menjadi bunga yang mendekati sempurna pada akhirnya. Insya Allah."
So sweet friend, aku menyukai filosopimu...

Sunday, March 30, 2008

A Day With Sygma


Aku sudah berangan ke Bandung minggu-minggu ini, untuk mengunjungi sahabat lama yang merindukanku (astaga, GR banget! :D) tetapi undangan dari penerbit Sygma membulatkan tekad. Ck! Ck! Ck! Kayak apa aja, ya? Maka berangkatlah sore itu aku ke Bandung.

"Setelah lihat papan nama "D Teuik Kafe", turun di pertigaan Cikutra, jalan ke atas," kata Mbak Lilis dalam sms-nya. Aku berdua Ryu begitu semangat menyusuri jalan ke atas itu. Ah, mungkin cuma beberapa ratus meter, okelah sambil olahraga pagi, pikirku. Tetapiii... kok nggak nemu-nemu kafe-nya? Ada sih ketemu papan nama D Teuik Kafe tapi petunjuknya masih 1 km. Padahal kami sudah berjalan sekitar 3 km. Wah, Baduy lewat neh! Batinku sambil bertanya-tanya, sebenarnya ini mau gathering apa hiking, sih? Hihihi

Tapi penderitaan itu terbayar setelah ketemu banyak temen-temen penulis dan kru Sygma. Dengan format santai, acara diskusi dan sharing ide lumayan menarik. Apalagi acara tukar kado dan games. Aku masih ketawa setiap ingat tukar kado yang nggak selesai-selesai. Geli banget. Dan ternyata para penulis emang nggak berbakat jadi kaya, nggak ada yang bisa main golf! Aduh, capek deh! Dan ternyata lagi, penulis itu pada narsis, lihat aja fotonya! :))

Terima kasih kepada Sygma atas perhatiannya pada penulis.
Terima kasih kepada teman-teman penulis yang asyik-asyik.
Semoga kita terus punya kekuatan untuk berkarya yang bermanfaat.






Thursday, March 20, 2008

Merindukan Baduy

Bukan hanya untuk riset novel ketika saya memutuskan ke sana. Tapi lebih karena rindu suasana Baduy yang pernah saya kunjungi 2 tahun yang lalu. Sepi, exotis dan menentramkan. Cocok untuk kontemplasi. Saat perjalanan hidup sudah mencapai titik letih, terkadang saya memutuskan berhenti sejenak untuk melihat jejak-jejak di masa lalu. Berapa kesalahan yang telah saya buat? Berapa waktu yang habis terbuang? Lalu menimbang-nimbang, apa yang seharusnya saya putuskan? Dan tempat seperti Baduy sangat mendukung untuk itu.

Tetapi, Baduy yang sekarang sudah berbeda dengan Baduy yang saya kunjungi 2 tahun lalu. Banyak hal yang sudah berubah. Seperti makanan dan cara berpakaian. Kalau dulu saya hanya menemui ikan asin dan nasi, sekarang sudah ada modifikasi beberapa makanan/masakan. Soal baju juga begitu, saya tak banyak menemukan baju hitam-hitam untuk laki-laki, tetapi mereka sudah mengenakan pakaian modern seperti kaos meskipun celananya masih hitam.

Semua perubahan itu memang menimbulkan beberapa pertanyaan dan ketidakpuasan dalam diri saya. Tetapi bagaimanapun perubahan akan selalu terjadi dalam sebuah masyarakat. Lalu apakah untuk alasan riset novel yang saya perlukan lantas saya jadi kecewa? Semua yang tumbuh dan hidup selalu bisa berubah dalam sekejab. Saya belajar ketulusan dari sorot mata sahabat saya di tanah Baduy dan saya selalu ingin kembali.
(untuk seseorang yang menemani perjalanan ini, 'terimakasih atas kesabarannya').

Thursday, February 28, 2008

Kau Pergi, Kau Kucari


Minggu ini aku dapat kiriman cover novel baru melalui email. Draft novelnya sendiri sudah kubaca tahun lalu.
Novel berjudul “KAU PERGI, KAU KUCARI” terbitan Grasindo, masih gress, bergenre teenlit yang kemudian menjadi lini teentulalit. Pengarangnya Sony Asgar, sobat lama yang sekarang lagi melanjutkan S2 di Brisbane. Waktu baca draftnya, novel ini lucu habis, sampai aku dan teman-teman terpingkal-pingkal.
Tokohnya aneh dan agak syaraf kurasa. Hihihi. Tapi menjadi unik karena bercerita tentang Siti Nurbaya di abad kini. Habis terpingkal-pingkal aku malah membayangkan pengarangnya yang menurutku cool-cool aja. Kok bisa sih, dia lucu kayak gini kalo nulis? Tapi kalo menurut temannya sih, Asgar itu singkatan dari asli garing. Dan memang, mantan aktivis ITB ini sebenarnya asli garing. Kok malah ngomongin pengarangnya sih?
Okelah, kalau mau cari hiburan, jangan lupa masukkan ke keranjang belanja anda novel menghibur “KAU PERGI, KAU KUCARI”. Dijamin anda akan menjadi muda sepuluh tahun lagi karena banyak tertawa. Nah, gimana Kak Sony? Oke kan promosinya? :D Selamat ya! Meski bakalan sibuk ngerjain thesis, jangan lupa tetep bernovel ria! Kutunggu karya lanjutannya! :)








Monday, February 18, 2008

Mengagumi Puisi Cinta Sapardi

Malam sehabis hujan kali itu ada yang istimewa. Aku bersama beberapa teman menikmati puisi-puisi cintanya penyair kawakan Sapardi Djoko Damono di Graha Bakti Budaya TIM; Hujan Bulan Juni, Aku Ingin, Di Restoran dll. Musikalisasi puisi yang dinyanyikan Ari Malibu dan Reda Gaudimo sungguh indah. Luar biasa....

Imlek di Klenteng Petak IX

Aku agak ragu ketika teman photografer mengajak ke Klenteng Petak IX, Glodok Pancoran, untuk hunting foto Imlek. Biasalah, bulan Februari selalu saja hujan dan banjir di Jakarta. Tapi mikir-mikir, asyik juga nih?
Akhirnya berangkat juga pagi itu ke Glodok meski hujan. Transit di Blok M, naik busway ke arah Glodok. Teman baik yang lain sudah menjemput di dekat halte busway Glodok. Kita lalu berjalan menyusuri gang Petak IX.





Suasana Imlek langsung terasa begitu tiba di depan Klenteng. Aroma Hio begitu khas. Aku langsung tertarik pada episode (emangnya sinetron ya? hehe) pembagian angpau. Orang-orang penerima angpau berbaris di tertibkan petugas dengan gaya setengah membentak-bentak membuatku rada nggak nyaman mendengarnya. Seorang photografer mendekati kakek yang sudah letoy menunggu angpau dan mengajaknya ngobrol. Ternyata sang kakek berasal dari Kalideres dan sudah sejak kemarin sore menunggu pembagian angpau.

Usai melihat pembagian angpau yang dramatis kayak di sinetron, aku dan teman-teman masuk ke dalam Klenteng. Asap Hio langsung mengenai mataku (udah disarankan mengenakan kacamata, tapi aku lupa membawanya) dan menangislah aku. Orang-orang yang merayakan Imlek bersembahyang dengan khidmad sementara para photografer mengambil gambar.
Sampai sore aku menikmati suasana Imlek di Klenteng Petak IX. Banyak kisah memenuhi benakku. Hm, ternyata sungguh mengasyikkan menikmati hal-hal baru :)

(foto : Sutrisna Ramli)