Monday, April 28, 2008

The Forbidden Kingdom

Wow, aku suka banget bisa nonton film ini bareng sahabatku yang bela-belain nonton 2x demi menemaniku, hehehehe! The Forbidden Kingdom menawarkan gambar-gambar yang indah, cerita yang menghibur dan manis. Apalagi kelucuan-kelucuannya natural dan nggak dibuat-buat. Ya iyalah! Nggak usah komentar deh kalau soal itu. Hampir mirip sama The Last Samurai (mungkin karena penulis skenarionya orang yang sama : John Fusco) dan juga ceritanya agak senada dengan The Lord of The Ring. Tapi tetep aja horeee! Keren habis!

Sunday, April 27, 2008

Indonesia Membaca!



Datang ke World Book Day 2008 dan ketemu teman-teman lama membuat hidup serasa lebih hidup! Yaelah, kayak iklan aja sih? Tapi bener deh, rasanya sudah lama banget nggak ketemu teman-teman komunitas trus ngobrolin buku, tulisan dan haha hihi tentang hal-hal yang lucu sambil menikmati nasi ulam jaya yang enak. Hm... betapa indahnya hidup...ceila...:)

World Book Day selalu menyuguhkan acara-acara menarik untuk pecinta buku. Workshop penulisan, jumpa pengarang, pameran komunitas dan lain-lain. Meski terlambat saya sempat mengikuti acara off air-nya Kick Andy. Wah, lumayan seru dan menggugah semangat juga acara itu. Di beranda komunitas saya bertemu saudara dari Baduy yang juga ikut pameran. Lengkap sudah rasanya hari itu kegembiraan saya. Ternyata memang di sinilah dunia saya. I love it!

Friday, April 25, 2008

Cinta

Apakah kau pernah merasakan keindahan cinta? Kau seperti mengawang, menghirup sesuatu yang menyenangkan dan dunia menjadi lebih nyaman untuk ditinggali. Aku punya cerita tentang cinta.

Delapan tahun yang lalu, wanita berpendidikan SD itu berusia 38 tahun. Sosoknya sedang, tawanya riang dan pembawaannya selalu senang. Klop dengan suaminya yang suka melucu. Wanita itu ibu rumah tangga dan suaminya bekerja memeriksa rel kereta api setiap malam hingga subuh. Anaknya tiga orang. Sejak kos di rumahnya, aku menjadi bagian dari keluarganya. Empat tahun aku melewati suka duka bersama keluarga ini. Setelah tidak lagi tinggal bersamanya, aku selalu menyempatkan singgah jika kebetulan ada keperluan ke kota itu. Mungkin tepatnya bukan singgah, tetapi pulang. Bapak, begitu aku memanggil suaminya, akan menjemputku dan memaksaku menginap di rumahnya. Malamnya, aku, Ibu dan dua anak gadisnya akan menggelar kasur di lantai dan tidur bersama-sama setelah makan dan lelah bercerita. Saat seperti itu, aku seakan pulang ke rumah setelah lama di rantau.

Waktu membawaku bertemu cinta yang lain. Tiga tahun yang lalu, mantan wanita karier itu berusia 65 tahun. Meskipun sudah nenek-nenek, sosoknya ideal, senyumnya lembut dan pembawaannya penuh tata karma kraton. Maklumlah, ada silsilah darah biru. Ibu, begitu aku memanggilnya, selalu mengingatkanku pada ibu kandungku. Kami melewati hari dengan banyak berbagi suka duka. Setiap tindakannya adalah pembelajaran bagiku. Aku mengaguminya. Peluk dan ciumnya selalu mengantarkan kepergianku traveling ke beberapa tempat. Air matanya menemani kesedihan-kesedihanku menghadapi masalah. Nasehat-nasehat dan supportnya membuatku bertahan dari goncangan. Ponselku berdering-dering jika kebetulan aku lupa berpamitan pergi lewat sehari. Putrinya menjadi kakak bagiku. Malam-malam ketika menikmati sinar bulan di balkon, aku sering merenung. Aku merasa dalam dekapan keluarga meskipun hidup di rantau. Tak kekurangan cinta, kasih dan sayang.

Jika saja kau mau memungutnya, begitu banyak cinta di sekeliling kita. Hanya saja kita lebih sering menutup mata, lebih suka membuka permusuhan untuk hal-hal sepele dan memasang gengsi kelewat tinggi untuk menerima ketulusan cinta. Namun jangan harap kita akan mendapatkan cinta tanpa belajar mencintai orang lain. Dan pernahkah kau membayangkan betapa menakutkan hidup tanpa cinta?

Thursday, April 24, 2008

Kenanglah

Kenanglah aku
Di saat aku telah pergi
Jauh ke suatu negeri yang sunyi
Di saat kau tak dapat lagi meraih tanganku
Di saat aku menoleh tapi tak mungkin kembali

Kenanglah aku
Di saat aku tak bisa lagi dari hari ke hari
Mengungkapkan padaku masa depan yang kau rencanakan
Kau mengerti, kau hanya dapat mengenangku
Sudah terlambat untuk menyesal atau berharap

Namun andaikan kau terpaksa sesaat melupakanku
Dan kemudian kembali terkenang padaku
Jangan bersedih
Karena Jika kegelapan serta rasa dikhianati itu
Meninggalkan sesuatu yang pernah berkecamuk di hatiku
Lebih baik kau lupakan saja sambil tersenyum
Daripada kau terkenang dan merasa sedih

(dari sobekan kertas bungkus)

Monday, April 21, 2008

LA TAHZAN for broken hearted MUSLIMAH


Mengapa harus kata jatuh yang berada di depan kata cinta?
Apakah cinta memang selalu identik dengan musibah dan malapetaka?
Mengapa harus kata mati yang berada di belakang kata cinta?
Apakah cinta memang selalu menghadirkan segumpal lara dan setetes air mata?
Sejumlah kisah, sejumlah peristiwa, lahir dan tumbuh bersama cinta.
Tak jarang terdapat luka di setiap akhir cerita, ya, luka yang teramat pedih.
Luka yang beakhir dengan tangisan pilu dan kesedihan abadi.
Atas dasar itulah buku ini hadir. Di persembahkan untuk semua muslimah yang sedang bersentuhan dengankesedihan akan cinta. Selalu ada jalan terbentang, selalu ada kemungkinan untuk menang. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, Muslimah.


La Tahzan....LA TAHZAN for broken hearted MUSLIMAH

Penyusun: Asma Nadia
Kontributor Penulis:
- Asma Nadia- Dyotami Febriani- Intan Arifin- Dian Ibung- Dewi Rieka- Me- Amelia - Nasanti- Ummu Alif- Tary- Leyla Imtichanah- Mariskova- Novi Khansa- Ida Az- Esti Handayani

Sunday, April 13, 2008

Tragedi dan Komedi

Sore itu ia mengajakku bertemu di sebuah kafe favoritnya. Bibirnya seperti menahan tawa yang siap meledak hingga wajahnya terlihat aneh. Ia lalu memesankan coklat panas untukku dan sepiring kecil muppin. Aku menebak ada curhatan menarik sehingga ia meluangkan waktu untuk mengundangku.

“Loe tahu nggak bedanya tragedy sama komedi?” Ia memulai.
Aku meletakkan tas di samping tempatku duduk lalu menatapnya. “Tragedy selalu berbau air mata, kalo komedi selalu berbau kegembiraan? Bener nggak?”
“Benar, tapi aku belajar bahwa tragedy yang terjadi terus menerus kadang menjadi komedi yang cukup menghibur,” katanya.
Lalu tawanya meledak. Beberapa orang di kafe itu menoleh ke meja kami. Aku menyodok lengannya pelan, memberinya isyarat agar mengontrol tawanya. Ia langsung mengerem tawanya saat pelayan membawa pesanan kami. Baru setelah pelayan pergi dia meneruskan tawanya sambil menekap mulutnya.

“Loe nggak lagi saraf ‘kan?” Aku membuat tanda jari miring di dahiku.
Dia berusaha menghentikan tawanya. “Gue patah hati lagi.”
“Trus di mana lucunya?” tanyaku heran. Aku mengurungkan mengiris muppin.
Dia tertawa lagi. “Sampai mana loe ngikuti kisah cinta gue?”
“Gue rasa semuanya, tapi sorry, gue nggak ingat bener.”
“Pertama, gagal karena masalah yang nggak jelas trus waktu dia balik lagi gue udah ilfell. Kedua, gagal karena dia dijodohin, ketiga gagal karena dia menipuku….nah dari sini nih mulai menarik…loe simak ya?”
Aku menghela nafas. Apa yang menarik dari sebuah kegagalan yang menyakitkan?
“Setelah penipuan ini, gue ketemu dua orang berikutnya yang juga menipuku.”
“Yang edisi terakhir, gimana ceritanya?”
“Setelah dekat beberapa bulan tiba-tiba aku pengen tahu tujuan dia menjalin hubungan denganku. Eh dia malah membalikkan pertanyaan begini, ‘kalo begitu tujuanmu berteman denganku apa?’ Hm, ternyata gue cuma teman buat dia.”
Kali ini aku yang tertawa. “Harusnya loe jawab, tujuan berteman adalah menambah teman. Bener nggak, sih?”
“Oh iya, bener! Kenapa nggak gue jawab begitu? Genius juga loe!” Tawanya meledak lagi. “Jadi dari semua kisah cinta yang terus menerus menyakitkan itu, kali ini aku benar-benar merasa geli. Gue udah nggak bisa nangis lagi dan malah merasa betapa lucunya hidup ini! Tau nggak loe? Hampir dua hari setelah itu aku suka ketawa-ketawa sendiri kalau ingat. Dan lebih lucu dengar kata-katamu barusan, tujuan berteman adalah menambah teman. Hahahaha!”

Aku menatap wajahnya. Tak kutemukan kesedihan dalam wajah melankolisnya. Dia benar-benar tertawa dari dalam lubuk hatinya.
“Sekarang gue punya kata-kata baru dalam hidup gue,”lanjutnya. “Aku ingin berdamai dengan kenyataan yang mengajarkan padaku lucunya kebenaran!”
“Good! Terkadang hidup memang perlu hal-hal kayak gitu. Yang pasti loe sudah mengambil langkah, kalo nggak loe nggak akan menemukan jalan apapun.”
Dia tertawa lagi. “Ini yang gue suka dari loe, say. Selalu mendorong orang-orang di sekitarmu untuk survive dan maju! I love you so much!”

Giliran tawaku yang meledak. Kami menikmati sore yang berwarna. Ah, bukankah semua makhluk ditakdirkan bertemu di suatu waktu lalu berpisah di waktu yang lain? Dan sebuah perjalanan panjang selalu bermula dari satu langkah. Ceile…jadi sok filosofis gara-gara habis ketemuan sama orang agak saraf. Ha ha ha!







Friday, April 04, 2008

Filosopi Bunga

Suatu malam seorang teman meneleponku. Awalnya dia pengen ngobrol soal tulis menulis, tetapi kemudian obrolan melebar ke mana-mana sampai kuping terasa panas. Di tengah obrolan tiba-tiba dia bertanya : "apa filosopimu dalam mencari pasangan?"
Aku berpikir sejenak karena ini bukan pertanyaan biasa yang diajukan teman-temanku lainnya. Apa ya? Dengan serampangan aku menjawab bla bla bla. Selesai jawabanku dia mengutarakan jawabannya sendiri, yang membuatku merenung sedemikian lama setelah dia menutup telpun.

"Saya mengibaratkan memasuki sebuah taman bunga, " kata temanku itu. "Di sana banyak sekali macam bunga. Ada anggrek, mawar, melati, krisan, sedap malam dan lain-lain. Saya memandang satu persatu dan mengakui hampir semua indah. Ketika saya memegang satu, saya tergoda juga untuk memegang yang lainnya. Karena saya berpikir mawar lebih harum ketimbang anggrek, melati lebih mungil dan cantik ketimbang mawar, sedap malam lebih exotis ketimbang krisan meskipun krisan juga sangat menarik dengan warnanya yang menggoda. Sejenak saya terpaku, berpikir. Semua bunga di depan saya indah, mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya tidak bisa melihat kekurangan satu bunga lalu menutupi kekurangan itu dengan memetik bunga yang lain. Lalu saya memutuskan memetik satu bunga..."
Aku menyela. "Dengan pertimbangan apa?"

"Saya harus memetik satu bunga saja karena saya tidak mau memetik bunga-bunga yang lain tanpa tujuan apalagi jika nanti saya membuangnya. Nah, setelah saya memetik satu bunga itu saya berjanji akan merawatnya dan menyiramnya dengan cinta saya. Saya akan mencintai kekurangan-kekurangannya sambil berusaha mendorong dia untuk membenahi kekurangan-kekurangan itu. Karena saya juga tidak sempurna. Dengan cinta saya yang tulus, saya yakin bunga itu akan menjadi bunga yang mendekati sempurna pada akhirnya. Insya Allah."
So sweet friend, aku menyukai filosopimu...