Saturday, March 03, 2007

Setelah 9 Tahun

Apa yang terasa aneh setelah 9 tahun tidak bertemu?
Aku membayangkan ia akan melupakan wajahku, kebiasaanku dan senyumku. Maka kujelaskan warna baju, rok dan kerudung yang kukenakan. Sekedar untuk mempermudah pertemuan agar tak salah orang. Sedangkan aku tetap yakin bakal bisa mengenali dirinya, meski ada juga sedikit rasa khawatir, bahwa sekarang dia berubah sedemikian rupa.

Salah satu sudut Jakarta mempertemukan kami siang itu.
“Kaukah yang ada di pojok mengenakan t’shirt merah?” tanyaku melalui handphone.
Ia berbalik dan mencariku. “Iya. Kau yang berkerudung putih, baju kotak-kotak merah?”
Aku tertawa seraya berjalan menuju meja itu.
“Astaga! Tak kusangka kita ketemu di sini, Ri! Sudah 9 tahun berlalu!” katanya.

Ia memesan sebuah menu dan kami tenggelam dalam kenangan 9 tahun lalu. Jogja pernah mempertemukan kami sebagai sepasang sahabat. Usai wisuda kami lost kontak hingga sebulan lalu ia mendapatkan nomor ponselku dari seorang teman. Mengenang betapa konyolnya masa kuliah membuat kami terpingkal-pingkal. Bertukar informasi tentang keberadaan teman-teman yang bisa terlacak membuatku berada pada masa lalu.

Ia masih yang dulu. Perhatian, penyabar, banyak tersenyum dan hm…modis!
“Kau tak banyak berubah,” kataku.
“Ah, kau juga. Lihat piringmu!” ia menunjuk piringku. “Kupikir Jakarta merubah gaya makanmu yang sedikit itu menjadi banyak!” Dia tertawa lepas.
Aku meringis. “Aku senang kau masih yang dulu.”
“Aku berubah hanya untuk hal-hal yang menjadikanku lebih baik.”
“Cieee! Sok dewasa!” ledekku mencibir.

Menjelang petang kami berpisah dengan janji tetap menjaga persahabatan. Ada yang mengalir sejuk memenuhi ruang-ruang dadaku. Sahabat yang hilang itu telah kembali. Dan benar bahwa, menjaga silaturahmi akan memperpanjang umur kita. Karena semakin banyak saudara, dunia lebih berwarna, jauh dari apatis dan hidup lebih indah.
Jadi, kenapa kita musti mencari seorang musuh jika berjuta sahabat selalu kurang?

No comments: