Sunday, April 01, 2007

Hadiah

Suatu siang. Seorang pemuda menghampiri dua gadis yang duduk di pojok kafe dan mengajaknya ngobrol. Mereka sudah saling kenal sejak lama. Tiba-tiba sang pemuda mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam ranselnya dan mengulurkan kepada salah satu gadis itu.

“Ini untukmu,” katanya.
Sang gadis mengerutkan kening. Ia teringat beberapa bungkusan yang diberikan pemuda itu kepadanya. Isinya macam-macam. Ada buku-buku favoritnya, cindera mata dan lukisan. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya. Kenapa pemuda ini selalu memberiku hadiah? Teman gadisnya juga bertanya-tanya dalam hati, apa mau pemuda ini hingga dia selalu bermurah hati?

Memberi hadiah merupakan salah satu cara untuk mempererat tali silaturahim. Tetapi tak sedikit dari kita yang kemudian menyalahgunakannya. Sehingga penerima hadiah bertanya-tanya dengan prasangka, apa maunya? Ada beberapa tipe orang di sini ; pertama, ada orang yang memang betul-betul baik mau melakukan apa saja untuk menjalin silaturahim, kedua, ada orang yang memiliki kemauan tersembunyi dan dibarengi hal-hal yang baik, ketiga, ada orang yang memiliki kemauan tersembunyi dengan cara pura-pura baik.

Termasuk yang manakah orang-orang di sekeliling kita? Dengan orang kategori pertama, kita bisa mempererat tali silaturahim dengan balik memberi hadiah. Kategori kedua, kita harus mempersiapkan diri untuk memberi jawaban (hahaha! Dia memberi hadiah karena pengin ngelamar misalnya?) dan jika termasuk kategori ketiga, kita harus berhati-hati karena kepura-puraan seringkali berakhir menyakitkan. Hadiah yang diberikan dengan berpura-pura baik, biasanya tidak disertai keikhlasan. Ada orang dalam kategori ini meminta balik hadiah yang telah diberikannya karena tidak mendapatkan respon sesuai harapan.

Menarik atau meminta kembali hadiah yang telah kita berikan kepada seseorang diharamkan dalam Islam. Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : “Orang yang menarik kembali hibahnya adalah seperti anjing yang muntah lalu memakan lagi muntahnya itu.” (HR. Bukhari). Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tidak dihalalkan seorang muslim memberi suatu pemberian, lalu menariknya kembali, kecuali orangtua pada apa yang telah diberikan kepada anaknya…” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tizmizi, an-Nas’i dan lain-lain). Artinya, hanya orangtua saja yang boleh menarik kembali hadiah yang telah diberikannya kepada anak-anaknya.

Nah, kita sendiri termasuk dalam kategori yang mana? Ayo kita bersihkan hati, luruskan niat sebelum memberi hadiah kepada seseorang. Bukankah segala sesuatu tergantung pada niatnya? Sstt! Ada satu kategori lagi lho! Yaitu orang yang suka mengoleksi hadiah tanpa memedulikan apa maunya si pemberi hadiah. (wah, yang ini mah gue bangettt! Hahaha!) :P~~~





No comments: